News
Menurut Iskandar, untuk perkara pelanggaran Hak asasi manusia yang terjadi di masa lalu, UUPA mengamanahkan dan menegaskan pembentukan sebuah Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh, sebagaimana disebutkan di dalam pasal 229 UUPA.
Ketua JARA: Permintaan KKR Aceh Dibubarkan Salah Kaprah
PIDIE --- Ketua DPP JARA (Jaringan Aspirasi Rakyat Aceh) menilai pembentukan KKR merupakan amanah MOU Helsinki sebagaimana termaktub dalam pasal 28 UUPA Pembentukan pengadilan Hak Asasi Manusia di Aceh yg memiliki mandat untuk memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara pelanggaran Hak asasi manusia yang terjadi sesudah undang - undang ini diundangkan dalam UUPA.

''Teknis pelaksanaan KKR Aceh diatur dengan Qanun aceh sebagaimana disebutkan pada pasal 230 UUPA, artinya pemerintah Pusat mau tidak mau harus mengakomodir pembentukan KKR Aceh," ungkapnya, Minggu 7 Mei 2017.
Lanjutnya, Meski UU No.27 tahun 2004 tentang KKR telah dibatalkan MK, Aceh masih tetap dapat mengacu kepada tiga instrumen hukum nasional yaitu TAP MPR No.IV /1999, TAP MPR No.V/2000 dan UU pengadilan HAM.
Pihak-pihak yang menghendaki agar KKR dibubarkan sesungguhnya tidak memahami dan merasakan kepedihan yang dialami korban konflik Aceh. Seharusnya pihak-pihak yang mendesak agar KKR dibubarkan ini dapat melakukan refleksi.
"Kami meminta semua pihak lebih serius memperhatikan dan memperjuangkan lembaga KKR Aceh, bukan melukai korban konflik dengan menyuarakan pembubaran KKR. Ini sudah salah kaprah. KKR Aceh adalah satu satunya lembaga yang diberi kewenangan oleh UUPA untuk melakukan hal itu. Sehingga upaya untuk melemahkan kelembagaan ini patut diwaspadai, sebagai bagian dari upaya menutupi pengungkapan kebenaran terhadap konflik aceh masa silam," tutup Iskandar. [Atjeh NET - Nz]
Via
News