DPW PAKAR Bireuen: Milad GAM Ke 41, GAM Bersatu Dan Surati CMI Negosiasi Kembali Soal Mou Helsingki

NET ATJEH, BIREUEN --- Gerakan Aceh Merdeka lahir berdasarkan Historis, akibat Ketidakadilan Pemerintah Republik Indonesia terhadap rakyat Aceh semenjak kesetiaan Aceh bergabung dalam NKRI sering ditindas melalui kebijakan pemerintah yang keliru, dibohongi di tipu dan dizhalimi serta di Perangi dengan mesin perang oleh Pemerintah Republik Indonesia. 

Saat itu Sang Proklamator GAM Alm Dr Hasan Muhammad di Tiro Gunung Halimon Aceh Pidie. Sosok Figur Hasan Tiro pada waktu itu mengatakan perang dengan bergerilya bersama Rakyat Aceh di hutan pergunungan pada saat itu berhadapan dengan TNI/Polri dengan menuntut Hak Kemerdekaan Aceh untuk Pisah dari Pemerintah Republik Indonesia.

Berdasarkan Konsensus Politik yang disepakati melalui suatu Nota Kesepahaman Mou Helsingki GAM dan RI di Helsinki Finlandia Pada tanggal 15 Agustus 2005 Paska Musibah Bencana besar Gempa/Tsunami upaya proses Negosiasi dari tahap sebelumnya pernah terjadi beberapa kegagalan di Fasilitasi oleh oleh lembaga Asing Herry Dunnat Center(HDC) bermarkas di Jenewa Swiss pada tahun 2000-2002(Jeda Kemanusiaan-COHA ) di Tokyo Jepang.

Dibawah peran Mediator Asing, Marti Ahtisary sebuah lembaga Crisis Management Inisiatif (CMI) dari negara Uni Eropa melalui keterlibatan Mediator Asing yang di dukung oleh komunitas masyarakat dunia internasional(Negara Asean, Negara Uni Eropa) Perdamaian Aceh antara Pemerintah Pusat terjalin dengan saling membangun suatu kepercayaan antara kedua belah pihak Pemerintah RI dan GAM.

Sebuah lembaga Internasional CMI yang di pimpin oleh Marty Ahtisary dengan berhasil membangun sebuah  Nota Kesepahaman Politik saling berkomitmen dan saling optimis serta Konsisten (Trust Building) tersebut,

kemudian di jabarkan dalam Sebuah Undang Undang bersifat Otonomi Khusus dan Istimewa,yaitu melalui sebuah nama Undang Undang Tetang Pemerintahan Aceh No.11 Tahun 2006(UUPA) dalam sistem Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dewan Pimpinan Pusat Analisis Kajian Dan Advokasi Rakyat Aceh DPW PAKAR  Bireuen M.Iqbal S.Sos kepada media ini Senin,4/12. saat diminta tanggapan menjelang  Milad GAM ke 41 (4Desember-4 Desember 2017) di Aceh. 

Seyogyanya Paska Pemerintah Republik Indonesia-GAM sepakat berdamai dalam sebuah konsensus politik sebagai alternatif Opsi menyelesaikan konflik politik antara rakyat Aceh yang diwakili oleh GAM/Eks TNA dari perjuangan bersenjata ke transformasi politik yaitu setiap rakyat Aceh diberikan hak berpolitik melalui Partai Politik Lokal(Parlok) sesuai peraturan perundang undangan.

Namun menjelang 12 tahun perdamaian di Aceh, antara Pemerintah Republik Indonesia dan GAM semakin tidak sejalan dan searah mengenai Turunan Hukum Kompromi Politik Mou Helsingki seperti tidak ada lagi suatu Komitmen yang Konsisten dalam upaya melestarikan butir butir perdamaian Aceh yang mengindikasikan krisis kepercayaan GAM dan Rakyat Aceh kepada Pemerintah Republik Indonesia makin nyata yang mengarah pudar terhadap tuntutan Aceh untuk meminta hak haknya selalu ditepis oleh Pemerintah Pusat dengan bermacam alasan sepihak. ",Kata Iqbal PAKAR Bireuen".

Seharusnya pemerintah Republik Indonesia harus jauh lebih bisa bertanggungjawab untuk menjaga suatu komitmen politik Aceh dan Indonesia yang sedang dibangun akan kesetiaannya rakyat Aceh bergabung dalam NKRI.

Semestinya Pemerintah bisa menyesuaikannya apa yang termaktub dalam Klausul Mou Helsingki, bukan dengan saling membuat suatu krisis kepercayaan menyangkut  soal masa depan Aceh dalam memperoleh suatu Hak "Kemerdekaan dalam sistem Konstitusi NKRI"dalam mengejar  ketertinggalan  pembangunan diberbagai sektor kebijakan publik yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Rakyat Aceh sesuai Kewenangan Aceh dalam  Mou Helsingki dan UUPA serta Qanun Aceh.

Dikarenakan sebagai payung hukum terkini di Aceh yang perlu wajib di hormati oleh Pemerintah Pusat terhadap hak Aceh jangan dikenkang dengan cara Diskriminasi saat diberikan suatu kewenangan seharusnya tanpa ada kesewenangan dari sikap politik pemerintah pusat yang menjegal Aceh untuk berdiri secara mandir. 

Saat GAM menutup opsi "Pintu Mimpi Merdeka dari NKRI" ternyata pihak Pemerintah Republik Indonesia membalasnya, 

"Bagaikan air susu dibalas dengan air tuba", setelah komitmen GAM membubarkan sayab militernya sehingga Pemerintah RI dengan sewenang wenang kembali melanggar komitmen politiknya terhadap kepentingan masa depan Aceh mulai tidak ada kejelasan bagi masa depan rakyat Aceh kepada generasi akan datang.

Sehingga persoalan Aceh yang ditawarkan dalam konsep model Mou Helsingki Ri-GAM membuat posisi Aceh dalam NKRI disamakan seperti Provinsi lain yang tidak dipertimbangkan soal Historis Aceh berperang melawan Belanda dan Melakukan Pemberontakan terhadap NKRI yang dilakukan oleh GAM 4 Desember 1976- 15 Agustus 2005.  Selamat Milad GAM yang ke 41, Semoga Aceh bisa Merdeka dalam Sistem NKRI dari Kesejahteraan, Ketidakadilan Kebijakan Pemerintah Yang Keliru terhadap rakyat Aceh". Tutup Iqbal PAKAR Bireuen. (MS)

Postingan Lama
Postingan Lebih Baru