Barokah Menikah, Ketika Mahar 2 Dirham menjadi 20.000 Dirham

Abdullah bin Abi Wada’ah adalah seorang murid ulama besar masa tabi’in Sa’id bin Musayyab. Dia menceritakan kisah pernikahannya dengan putri Said bin Musayyab yang jadi gurunya. Dikisahkan oleh Sa’id, Ketika itu aku sedang menuntut ilmu di tempat Sa’id bin Musayyab, namun sudah beberapa hari aku tidak hadir. Ketika aku mulai masuk belajar kembali, beliau bertanya kepadaku, “Kemana dan dari mana saja kamu? Mengapa dalam beberapa hari ini kamu tidak hadir?”

Abdullah menjawab, “Istriku meninggal, maka aku sibuk mengurusi masalah itu.”

“Mengapa aku tidak kau beri tahu? Kalau tahu tentu aku datang,” kata sang guru.

Ketika Abdullah hendak berdiri, beliau bertanya lagi, “Sudikah istrimu yang telah meninggal aku ganti dengan seorang perempuan?”

Abdullah segera menjawab, “Yarhamukallah. Siapa yang mau mengambilku sebagai suami? Aku tidak mempunyai apa-apa kecuali hanya dua atau tiga dirham.”

“Saya,” kata Imam Sa’id.

Abdullah menjawab, “Silahkan.”

Lalu beliau menyahut, “Ya, baiklah.”

Akad nikah pun dilangsungkan, Alhamdulillah, semoga salam dan sejahtera atas Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Abdullah dapat menikah lagi dengan mas kawin sebesar dua dirham. Abdullah segera bangkit dari tempat duduknya dan pamit pulang. Saat itu Abdullah tidak tahu harus berbuat apa karena rasa bahagia akhirnya dia menikah dengan putri gurunya.

Abdullah berjalan ke rumah sambil berpikir. Di perjalanan Abdullah lakukan shalat maghrib dan kemudian meneruskan perjalanan pulang. Sesampai di rumah dinyalakan pelita sambil menghidangkan makan malam dengan roti dan makanan zaet.

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu depan. Abdullah lantas bertanya, “Siapa?”

Tamu itu menjawab, “Sa’id.”

Abdullah mencoba mengingat setiap kenalannya yang bernama Sa’id. Akhirnya yakinlah Abdullah bahwa tidak ada orang lain kecuali gurunya yang bernama Sa’id bin Musayyab. Abdullah mengira beliau pasti punya masalah penting sampai. datang kerumahnya. Maka Abdullah segera mempertegas, “Wahai Abi Muhammad, andai engkau memintaku datang kepadamu. pasti akan aku lakukan.”

Namun beliau menjawab, “Tetapi menurutku, justru kamulah yang berhak didatangi. Kamu adalah bujang, karenanya aku nikahkan engkau. Aku merasa tidak enak kalau membiarkan kamu sendirian malam ini. Karena itu sekarang ini aku membawa istrimu,” tegas beliau.

Tiba-tiba saja wanita itu sudah berdiri di belakang beliau. Wanita yang telah menjadi istri Abdullah tidak tampak jelas terlihat olehnya karena tertutup tubuh ayahnya yang tinggi. Lalu gurunya memegang tangan putrinya sambil menyerahkannya kepada Abdullah di depan pintu rumah. Setelah itu beliau beranjak pergi. Maka Abdullah bimbing istrinya ke tempatnya meletakkan roti dan makanan zaet.

Abdullah dudukkan istrinya di suatu tempat yang terkena bayang-bayang pelita sehingga tidak jelas melihat makanan itu. Abdullah naik ke atas teras rumah sambil mengumumkan perihal tersebut kepada para tetangga. Dan mereka segera berdatangan seraya bertanya, “Bagaimana keadaanmu?”

Abdullah menjelaskan, “Sa’id bin Musayyab telah mengawinkan putrinya dengan aku hari ini, dan beliau telah datang bersamanya untuk mengantarkannya kemari.”

Mereka bertanya, “Betulkah Said mengawinkanmu?”

Abdullah menjawab, “ya”.

Maka kemudian mereka semua menghampiri istri Abdullah, bahkan ibunya pun mendekatinya seraya berkata, “Wajahku dan wajahmu, haram jika dia kau gauli sebelum aku memperbaikinya untukmu sampai tiga hari.”

Maka menerima usul ibunya. Selama tiga hari dan barulah kemudian digauli dia dan ternyata dia memang wanita yang amat baik, hafal Al-quran, mengerti sunnah Rasulullah, dan wanita yang paling mengetahui hak-hak suami. Abdullah tinggal terus di rumah sampai sebulan tanpa kehadiran Sa’id, dan mereka pun belum berkunjung ke rumahnya.

Baru setelah satu bulan abdullah dan istrinya mengunjungi sang guru sekaligus mertuanya itu dan ketika sampai di kediaman Sa’id, Abdullah mendapati beliau sedang mengajar murid-muridnya dalam halaqahnya. Abdullah ucapkan salam kepadanya, beliaupun menjawab salam Abdullah. Namun beliau tidak berkata-kata apapun hingga para siswa itu pulang. Setelah itu barulah beliau bertanya, “Bagaimana keadaan murid-murid itu?”

“Baik-baik saja, wahai Abi Muhammad.”

Ketika Abdullah hendak pamit pulang beliau memberi aku 20.000 dirham.” []

Sumber: Menjadi Kaya dengan Menikah/ Penulis: Abu Fida’ Abdur Rafi’/ Penerbit: Republika/ Cetakan III, 2007
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru