Dinilai Ada yang Aneh Proses Perekrutan Panwaslih, Zainal SE Minta DPRA Tegas

BANDA ACEH --- Zainal Abidin,SE sebagai pengamat demokrasi Aceh menilai ada yang aneh melihat proses perekrutan Panwaslih Aceh yang dilakukan oleh Pansel Bentukan Bawaslu RI pasca keputusan MK yang mengembalikan dua pasal yang menjadi kewenangan Aceh, Selasa 13 Februari 2018.


Salah satunya kewenangan tersebut adalah perekrutan penyelenggara dan pengawas pemilu seutuhnya dikembalikan kepada Aceh, tetapi mengapa dalam hal ini DPRA seperti membiarkan pansel bentukan Lembaga Pengawas Pemilu RI tersebut yang awalnya dibentuk untuk membentuk Bawaslu Aceh kemudian berubah menjadi pansel yang akan membentuk Panwaslih Aceh.

Apakah ada perbedaan dalam proses yang sedang dilakukan pasca putusan Mahkamah Konstitusi mengenai penyelenggara dan pengawas di Aceh, sementara di lain pihak proses pembentukan pansel KIP Aceh masih dalam proses.  

Pembentukan pansel 100% dilakukan oleh DPRA dan di Ketua langsung oleh Ketua Komisi A DPRA, proses ini dilakukan sangat transparan, terbuka, dan bebas bagi siapa saja yang memiliki syarat administrasi tertentu, tetapi mengapa untuk Panwaslih Aceh, DPRA tidak melakukan hal yang sama. 

Zainal Abidin, SE menilai DPRA harus tegas dalam hal ini, kewenangan yang telah dikuatkan kembali oleh Mahkamah Konstitusi tersebut harus dilaksanakan sepenuhnya jangan setengah-setengah.

Ditakutkan dikemudian hari nantinya akan menjadi konflik kepercayaan bagi lembaga legislatif di tingkat Kabupaten yang akan melakukan penambahan anggota pengawas di tiga kabupaten lainnya, walaupun pengawas kabupaten/kota yang sudah dilantik dibentuk berdasarkan UU Pemilu No.15 tahun 2011 dan bukan berdasarkan UU Pemilu No.7 thn 2017. 

Hal juga menjadi celah baru bagi seluruh DPRK dapat dan boleh melakukan perekrutan kembali pengawas kabupaten/kota. Karena kewenangan itu seutuhnya telah dikembalikan dan jangan sia-siakan pihak pihak yang telah berjuang secara personal maupun kelembagaan untuk keutuhan UUPA melalui sidang yang melelahkan di Mahkamah Konstitusi.
[CUT]
Lembaga yang berhak dan berwenang untuk membentuk KiP Aceh dan Panwaslih Aceh adalah DPRA bukan lembaga lainnya, mulai dari proses perekrutan pansel sampai proses perekutan Komisionernya baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, hal ini harus dilakukan oleh pihak Legislatif secara utuh tanpa kompromi.


Aturan tehnis lainnya dapat disepakati atau dilakukan penambahan seperti dapat baca Al qur'an sebagai syarat, sehingga kekhususan penyelengara untuk daerah Syariat Islam ini dapat diterapkan. 

Seharusnya Bawaslu RI juga mengikuti jejak KPU RI yang telah menghentikan seluruh proses perekrutan pansel utk KIP Aceh versi KPU, tetapi kok malah Bawaslu RI kalau dalam istilah Aceh "ulok-ulok" atau pura-pura begok dalam proses perekrutan Panwaslih Aceh. 

Sebijaknya Bawaslu RI tidak mengulang proses perekrutan Panwaslu pada tahun 2011-2012 dan Panwaslu tahun 2014-2015, yang saat itu keberadaan Panwaslu seluruh Aceh ditolak oleh DPRA dan Pemerintah Aceh. Keadaan politik Aceh hari tidaklah sama seperti di Pilkada 2012 dan Pemilu 2015 yang lalu. 

Sebaiknya juga pansel Bawaslu RI untuk Aceh juga tidak meneruskan proses perekrutan Panwaslih Aceh karena dapat dianggap illegal kalau proses ini diteruskan.

Diharapkan DPRA segera mengingatkan Bawaslu RI utk tidak mencaplok kewenangan Pemerintah Aceh dan tidak mengingkari keputusan Mahkamah Konstitusi. 

"Segera bentuk pansel dan membentuk Panwaslih Aceh dan permanenkan dengan mengeluarkan Qanun Bawaslih Aceh, sehingga hiruk pikuk penyelenggara dan pengawas di Aceh ini dapat tuntas tanpa di boncengi oleh kepentingan pribadi dan tanpa ricuh dikemudian hari" Tutup Zainal. (Romy)
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru