Budaya Mudik antara Kerinduan dan Kenangan

Mudik lebaran itu mengasyikkan. Mudik merupakan wujud kerinduan akan kampung halaman dan segala hal yang menjadi kenangan di sana. Terutama rindu akan orang tua, keluarga, kerabat dan sanak saudara.

Fenomena pulang kampung (mudik) pada saat Iduladha telah menjadi peristiwa budaya dan fenomena keagamaan yang sangat semarak. Banyak alasan mengapa banyak orang berbondong-bondong untuk mudik dan berlebaran di kampung halaman. Di antaranya ialah untuk berkumpul keluarga di hari yang baik dan istimewa itu. Terlebih bagi mereka yang punya orangtua, kerinduan untuk bertemu mereka menjadi dorongan utama.

Bernostalgia di masa-masa remaja di kampung halaman serasa seperti rekreasi emosional yang menembus dimensi ruang dan waktu masa silam yang begitu terasa indah dan kenangan yang sulit di lupakan setelah lama berlalu. Sehingga meskipun beratnya tantangan yang dihadapi para pemudik, tidak pernah menyurutkan niat dan kemauan mudik ke kampung halaman. Begitu besarnya arus dan gelombang mudik, sampai-sampai pemerintah menaruh perhatian istimewa untuk memfasilitasi acara pesta budaya ini.

*Festival Mudik*
Menjelang Lebaran, prosesi kendaraan memenuhi jalan raya bagaikan semut. Masing-masing punya tujuan berbeda. Ada ungkapan klasik mengatakan  manusia sebagai makluk yang senang dengan pesta dan festival. Begitu banyak ragam festival, termasuk festival yang bernuansa keagamaan atau reliji.

Ramai-ramai merayakan lebaran Iduladha bisa juga tergolong festival. Pada setiap festival ada pola yang unik yang dilakukan berulang-ulang secara masif pada momen-momen tertentu, beramai-ramai dalam suasana kegembiraan. Ada lagi yang mengatakan manusia itu sebagai makhluk peziarah atau _wanderer or traveler being,_  yakni senang melakukan perjalanan atau jalan-jalan. Setiap datang hari libur, agenda utamanya jalan-jalan, rekreasi.

Tanpa dirancang sebelumnya, secara serempak dan akumulatif masyarakat ramai-ramai merayakan lebaran menjadi sebuah festival dengan beragam dimensinya. Secara religius pada malam sebelum Lebaran, suara takbir bergemuruh, terpancar dari masjid, jalan-jalan, televisi, dan radio. Fenomena berlebaran di kampung halaman merupakan sebuah peristiwa budaya dan tradisi yang dilakukan masyarakat (umat islam) secara spontan, masif, dan bukan rekayasa.

*Esensi Mudik*
Mudik akan menjadi sangat penting ketika kita memaknai pulang kampung sebagai perjalanan spiritual dan emosional.

Mudik menjadi urgen bila didasari oleh niat tulus untuk bersilaturahmi dengan orang tua dan sanak saudara. Mudik menjadi sangat nikmat ketika batin kita mengucap rasa syukur kepada Tuhan atas segala nikmat perjalanan rohani dan jasmani selama Ramadan.

Indahnya mudik ketika kita berniat mempererat dan menyambung tali silaturahmi yang mungkin pernah terputus dengan keluarga. Mudik bukan hanya sebatas perjalanan fisik semata, tetapi merupakan wujud hijrah lahir dan batin seorang muslim.

Setidaknya ada lima alasan mendasar yang menjadi tujuan para pemudik pulang kampung. Pertama, dorongan keagamaan dan kekeluargaan yang telah menjadi budaya. Begitu kuat tarikan keagamaan yang telah menjadi budaya, karena Islam mengajarkan bahwa mereka yang sudah berpuasa akan diampuni dosa-dosanya. Akan tetapi, yang diampuni hanya dosa di hadapan Allah, sedang dosa kepada orang tua, saudara kandung, tetangga dan sekampung, tidak akan diampuni kecuali saling bermaaf-maafan dengan jabat tangan melalui silaturahim antara satu dengan yang lain. 

Kemudian, ziarah ke kubur. Telah menjadi budaya di kalangan masyarakat bahwa menjelang puasa Ramadan dan Idulfitri, anak-anak, menantu, keluarga dan famili pergi berziarah ke kubur orang tua, kakek, nenek dan leluhur serta keluarga terdekat sambil mendoakan. Itu tidak mungkin dilakukan kalau tidak mudik. Bagi mereka yang berasal dari kampung. Maka dalam kesempatan Iduladha dilakukan ziarah ke kubur, selain silaturahmi.

Rindu kampung halaman juga alasan utama kenapa seseorang melakukan mudik. Setiap tahun kerinduan akan kampung halaman selalu diobati dengan mudik. Ini adalah fenomena sosial yang menarik sebagai makhluk sosial, rindu terhadap suatu daerah yang menjadi tempat asal usulnya yakni kampung halaman. Oleh karena itu, tantangan berat yang dihadapi untuk pulang kampung, tidak menjadi persoalan. Mereka tetap lakoni dengan penuh kegembiraan dan kebahagiaan.

Selanjutnya, bernostagia di kampung halaman juga alasan kenapa seseorang melakukan mudik. Masa kecil di kampung halaman adalah masa-masa yang paling indah dan menyenangkan. Maka setiap tahun, kenangan indah itu, selalu ingin diperbarui dengan pulang kampung sambil membawa keluarga seperti anak, menantu, dan istri supaya ikut menghayati suasana kampung di masa dahulu.

Terakhir, unjuk diri kesuksesan dan keberhasilan di perantauan. Hal itu, ikut juga mewarnai perasaan sebagian pemudik untuk pulang kampung. Budaya pamer berlaku kepada semua tingkatan sosial. Maka momentum lebaran, pulang kampung dengan niat yang bermacam-macam, salah satu adalah unjuk diri (pamer).

Sudahkah Anda menjadikan mudik sebagai perjalanan spiritual pribadi secara lahir dan batin kepada orang tua, keluarga, kerabat, dan sanak saudara atau hanya menjalaninya sebagai rutinitas perjalanan dan budaya semata?

Oleh: Riri Isthafa Najmi (Koordinator Forum Aceh Menulis Banda Aceh dan Wakil Ketua Pemuda Dewan Da'wah Aceh)
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru