News
Himbauan Bupati Bireuen Harus Dilakukan Secara Merata, Ini Paparan Mahasiswa Pascasarjana UNJ
JAKARTA --- Aceh adalah negeri syariat islam yang kemasyhurannya diakui oleh nasional maupun international. Segala hal yang terjadi di Aceh harus merujuk pada qanun syriat islam yang bersumber dari Alquran dan hadits. Kemajuan syariat islam di Aceh telah memberikan efek yang positif terhadap masyarakatnya.
Ini adalah suatu kemajuan berfikir untuk mengembalikan Aceh kepada Serambi mekkah sebagaimana dahulunya kita ketahui bahwa Islam Nusantara masuk pertama kali nya melalui Aceh.
Menanggapi isu yang saat ini berkembang, aktivis Sekolah Pemimpin Muda Aceh (SPMA) Anita memberikan statement tentang terbitnya aturan dari salah satu bupati yang ada di Aceh yaitu Bupati Biereuen yang mengharamkan laki laki dan perempuan berada satu meja untuk ngopi di café atau restoran.
Hal ini sangat baik dan sangat mencerminkan keislaman yang kuat di bumi Serambi Mekkah ini. Ini merupakan sebuah peraturan yang patut dicontoh oleh seluruh jajaran pemerintahan yang ada di Aceh.
Kendati demikian, menurut Anita, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta asal Aceh, peraturan ini sebenarnya harus dilakukan secara merata agar tidak terjadinya simpang siur. Pasti yang memiliki persepsi yang kontra akan mempertanyakan, Mengapa mesti di restaurant atau café saja yang diharamkan? Apakah di tempat selain café di perbolehkan?
Hal inilah yang semestinya harus mendapatkan pemahaman yang lebih luas. Sebagaimana yang kita ketahui, laki laki dan perempuan di dalam islam memang tidak di perboleh kan berdekatan tanpa muhrim. Namun pada kenyataan nya,apa yang terjadi di kantor, di tempat kerja, di sekolah, di kampus, di ruang rapat, di bus, dan di kantin. Apa yang terjadi?
Tidak dapat dipisahkan bahwa yang terjadi adalah sebaliknya. Laki laki dan perempuan tidak dapat dipisahkan, ujarnya, Minggu (9/9/18).
Peraturan ini sangat di apresiasi sepenuhnya dan sangat baik, namun akan lebih baik ketika peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten Bireuen di lakukan secara merata. Bukan hanya berpusat di café dan restaurant saja. Silahkan terapkan peraturan ini di semua lini kehidupan masyarakat yang ada di Bireun khususnya. Karena kemaksiatan terjadi bukan hanya di tempat tempat seperti di café saja.
Kita bisa lihat contohnya seperti di ruang rapat kerja, di bus dan di kantor. Karena ketika seorang laki laki dan perempuan ada di satu meja, ini bukan semata mata untuk bermaksiat. Banyak hal yang dapat dilakukan seperti mungkin mereka sedang membahas tentang pekerjaan, tentang proyek yang harus dilaksanakan apalagi sekarang adalah dunia digital dimana melakukan sesuatu itu tidak mesti di kantor. Bisa aja mengerjakan semuanya di kafe, namun yang harus di ingat, mereka bukan untuk melakukan maksiat. Tapi untuk sebuah pekerjaan yang manghasilkan.
Ini sebenar nya yang harus di berikan pemahaman kepada mereka, bahwa jangan juga sampai memperlambat pertumbuhan ekonomi rakyat dengan peraturan peraturan yang tidak merata seperti ini. Demikian Anita.
Awardee Beasiswa Unggulan tahun 2017 ini juga mengharapkan agar pemerintah Kabupaten Bireuen menindaklanjuti dan mengkaji lebih dalam lagi tentang peraturan ini. Peraturan ini di anggap nya setengah setengah. Kalau ingin menjadi negeri syariat, mari lah untuk meratakan semua lini kehidupan yang memisahkan antara laki laki dan perempuan. Baik di kantor, di tempat wisata, ruang rapat, bus, dan semua kehidupan dengan tidak pandang bulu agar kehidupan syariat islam yang baik terlaksanakan.
Dan saya yakin ketika suatu daerah melakukan ini, maka daerah daerah yang lain akan mengikutinya. Dalam hal ini kabupaten Bireuen lah yang akan menjadi branding utama untuk mencapai Baldatun Thayyibatun Wa rabbul ghafur, tutup Anita. (r)
Via
News