Bireuen
DPW PAKAR Bireuen: Elit Politik Aceh Jangan Paksakan Syahwat Politiknya terkait Keberadaan Wali Nanggroe
BIREUEN - Menyikapi maraknya pemberitaan miring dan sorotan publik terhadap keberadaan Wali Nanggroe Aceh beberapa hari ini,
Dewan Pimpinan Wilayah PAKAR Bireuen M.Iqbal S.Sos melalui siaran Pers Realisse, Sabtu, (17/11-2018) kepada media turut angkat bicara.
Kita minta DPD RI Asal Aceh atau Politisi lainmya supaya jangan menampakan prilaku ego sektoral dan pembunuhan karakter terhadap sosok figur Wali Nanggroe Aceh dengan melemparkan isu negatif pembubaran lembaga wali nanggroe merupakan suatu tindakan dan perbuatan yang jelas melawan hukum negara.
Apalagi statemen tersebut yang ingin menghapus keberadaan lembaga Wali Nanggroe di Aceh yang tidak sesuai dengan semangat Mou Helsingki GAM-RI Perdamaian Aceh dan menabrak pasal pasal 96 terkait legal hukum khusus, keberadaan Wali Nanggroe Aceh dalam Undang Pemerintahan Aceh No.11 Tahun 2006 serta Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Kebeberadaan Wali Nangroe Aceh.
"Kita minta kepada para elit politisi Aceh jangan asal bunyi (Asbun), Jangan menampakan pemaksaan kehendak pribadi yang menampakan prilaku konflik interes pribadinya mencanpur adukan dengan kepentingan Aceh lainnya dalam konteks Politik Ke-Acehan pada umumnya," ujarnya.
Saya kira ini perlu dikaji secara mendalam supaya bisa dipilah pilahkan dan jangan keliru menyikapinya dengan kondisi Aceh Damai dalam NKRI, terkait kepentingan dan hak Aceh dalam mengelola pemerintahan rakyat Aceh secara Demokratis dalam sistem NKRI. Tentu publik secara umum atau masyarakat Aceh, bisa menilai dan mengkaji apa maksud tunjuan statemen pribadinya seorang politisi yang kontradiksi secara landasan hukum yang ada di Aceh.
Meskipun hal tersebut belum terwujud realisasi politik tersebut seutuhnya, paska 13 tahun Indahnya perdamaian Aceh tanpa konflik bersenjata yang menjadi tanggunggjawab moral semua pihak di Aceh antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Aceh dalam mewujudkan realisasi hak dan kewenangan Aceh sebagai daerah otonomi khusus berbentuk istimewa.
Bila Figur Wali Nanggroe Aceh yang tidak cocok menurut kacamata pribadi elit politik, kita kembalikan pada mekanisme pemilihan wali nanggroe melalui dasar hukum UUPA dan Qanun Aceh tentang Wali Nanggroe, bukan dengan statemen asal bunyi mencermin setengah tidak waras cara menyikapinya terkait tentang keberadaan Lembaga Wali Nanggroe Aceh.
Menurut Pengamatan saya, terhadap statement hal tersebut sudah berpotensi mengganggu ketertiban umum masyakat Aceh. Saat ini Rakyat Aceh sedang menikmati proses keberlangsungan perdamaian dari para pihak dalam membangun Aceh secara mandiri dari berbagai ketertinggalan pembangunan melalui perubahan sektor kebijakan publik menjadi hak dan kewenangan Aceh menyelenggarakan konsep Pemerintahan Rakyat Aceh yang Pro Rakyat Aceh.
Apalagi ini tahun politik semua pihak kita lihat, baik ditingkat nasional dan lokal di Aceh. Semakin tensi komunikasi politik yang dibangun yang sudah berada diluar jalur koridor hukum yang ada,apalagi ada indikasi akan hasrat syahwat politik praktis semata, dengan mengambil panggung politik terhadap isu isu terkini Aceh semata dalam mendongkrak popularitas politiknya pada tahun politik Pileg dan Pilpres pada rakyat melalui ruang publik.
Siapapun kita lihat lebih mengarah pada pespektif perbedaan politik semata yang tidak berunjung titik temu. Seharusnya bagaimana sebenarnya mendorong upaya menjalankan fungsi Lembaga Wali Nanggroe Aceh bisa berfungsi dan berjalan sebagaimana mestinya tanpa hambatan sesuai harapan umum rakyat Aceh, terhadap Sosok Figur Pemersatu Semua Kepentingan Rakyat Aceh tanpa membedakan suku, ras, etnis atau agama serta tidak lagi terjebak pada perbedaan kelas politik nasional dan kelas politik lokal di Aceh.
Saya rasa ini yang harus diperbaiki atau dibenahi oleh Paduka Yang Mulia bagi siapapun nanti diberikan Amanah memimpin keberadaan Lembaga Wali Nanggroe Aceh (LWNA) nanti bisa terpilih dan menjdi figur publik pemersatu rakyat Aceh yang harus Netral dan Menjalankan Fungsinya serta harus mampu mewujudkan mencerminkan sebagai benar benar figur pemersatu seluruh elemen rakyat Aceh tanpan diskrininasi, tutup Iqbal PAKAR Bireuen. (r)
Via
Bireuen