Cj
Terkait BLT, Bupati Bener Meriah Memainkan Interaksionisme Simbolik Guna mempertahankan Popularitasnya
Oleh Hermawansyah, S.Ant
Bantuan langsung tunai merupakan bantuan yang diberikan secara langsung kepada masyarakat berupa uang tunai, sembako dan semodelnya, negara yang memperakarsai istilah bantuan langsung tunai adalah Brasil, kemudian disusul oleh negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Bagi masyarakat di negara berkembang yang ekonominya pun masih tahap berkecukupan istilah bantuan atau BLT merupakan hal yang diinginkan, apalagi dimasa sekarang ini, dimana banyaknya angka PHK dan menurunnya harga beli tanaman, baik palawija dan sejenisnya. Mengakibatkan masyarakat kehilangan mata pencaharian, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dimasa pademi covid-19 pada saat ini.
Pemerintah telah mengeluarkan Intruksi melalui Menteri Dalam Negri Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan Virus Covid-19 di lingkungan Pemerintah Daerah, Menteri Dalam Negeri juga menyiapkan program untuk masyarakat miskin yang berada di Jabodetabek dan diluar Jabodetabek yang merupakan daerah, sedang melakukan pembatasan berskala besar (PSBB).
Dimana program tersebut dijadikan Jaring Pengaman, yang fungsinya menyalurkan bantuan langsung tunai, dengan nominal 600 ribu rupiah perkepala keluarga.
Seperti yang diberitakan oleh Serambi News.com pada Rabu, 29 April 2020 tentang penyaluran bantuan langsung tunai di Kabupaten Bener Meriah rencanaya dibagikan secara merata kepada masyarakat dengan nominal 500 ribu perkepala keluarga, dengan adanya berita tersebut mengakibatkan kehebohan yang luar biasa di dalam masyarakat.
Terkait tindakan yang telah diinformasikan dengan salah satu media tersebut, pemerintah daerah dalam hal ini, Bupati Bener Meriah sepertinya menggunakan teori interaksionisme simbolik, dimana bupati membangun informasi untuk mendapatkan Popularitas sebagai kepala daerah yang peduli terhadap masyarakatnya.
Didalam teori interaksionisme simbolik mengungkapkan apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah merujuk apa yang telah dibangun oleh Brumer dengan 3 prinsip interaksionisme simboliknya.
Dapat kita lihat ketiga prinsip tersebut: pertama, seseorang bertindak dan berprilaku berdasarkan makna yang ia interpretasikan dari perilaku dan tindakan seseorang artinya pemerintah daerah mengungkapkan bahwa dirinya berprilaku sebagai pemimpin yang cepat tenggap, dan meyakinkan masyarakatnya begitulah tindakan pemimpin yang sesungguhnya.
Kedua, makna sosial merupakan hasil kontruksi sosial, dalam hal ini pemerintah juga meyakinkan dengan adanya kesadarannya terkait dengan fungsi dan tujuan, pemerintah juga meyakinkan perannya sebagai interaksi sosial.
Dan yang terkhir, penciptaan makna sosial dan pemahaman makna sosial merupakan interaktif yang terus berlangsung artinya para pemegang kekuasaan, paham akan apa nantinya yang akan terjadi jika masyarakat bingung dan marah terhadap kebijakanya, dan disitulah pemerintah mencari solusi terhadap tindakan masyarakat yang marah terhadap kebijakanya, sehingga nantinya bupati dalam hal ini mendapatkan popularitas yang sangat tinggi dari sebelumnya, sehingga mendapatkan tiket terhadap kelangsungan kekausaanya kedepan.
Penulis tercatat sebagai Mahasiswa, Program Magister Sosiologi, Universitas Malikussaleh
Dan Alumni Sekolah Pemimpin Muda Aceh
Via
Cj