News
Wakil Ketua Gugus Tugas Covid-19 Aceh Terima Pengurus Organisasi Supir Ambulan
BANDA ACEH – Wakil Ketua Gugus Tugas Covid-19 Aceh, Dyah Erti Idawati, menerima kunjungan Pengurus organisasi Persaudaraan Pengemudi Ambulan Indonesia (PPAI) Provinsi Aceh yang melakukan audiensi ke kediamannya, Jumat 26/06 sore. Dalam pertemuan itu, perwakilan supir menyampaikan berbagai aspirasi yang diharapkan bisa dikabulkan pemerintah Aceh.
Di antara permintaan mereka adalah disediakannya tempat peristirahatan di beberapa titik, sehingga para supir ambulan bisa tetap menjaga kondisi kesehatan badan, baik saat mengantarkan pasien maupun sekembalinya ke daerah asal.
"Sebelumnya kita (di Banda Aceh) memanfaatkan lokasi asrama Akper ….. Selama ini teman-teman driver kita istirahat di Rumah Sakit Ibu Anak," kata Teuku Rahmad, penasihat dan pembina organisasi PPAI.
Posisi driver, kata Rahmad sangatlah rentan. Mereka merupakan juru kunci dalam setiap kejadian, khususnya rujukan pasien. "Satu sisi mereka harus mengamankan pasien, dokter dan perawat serta mobil dalam berkendara. Kondisi ini sangat memperihatinkan jika memang kesehatan tubuh mereka tidak dijaga."
Ketua Umum PPAI Aceh, Hamdan, mengatakan organisasi yang ia pimpin itu merangkul semua pengemudi ambulan di seluruh Aceh. "Kalau ada masalah di jalan kita saling membantu. Misal kalau mau merujuk ke Banda Aceh, bisa singgah di tempat kami, begitu juga kalau kami ke sana," kata Hamdan.
Ia mengatakan, para supir ini bekerja dengan fasilitas yang terbatas dan bisa disebut bekerja ekstra saat proses rujukan pasien. "Sangat berbahaya membawa mobil dengan kecepatan tinggi dan tanpa istirahat yang cukup," kata dia.
Selain itu, para supir ambulan itu juga berharap diberikan pelatihan kontaminasi ambulan. Dalam kondisi pandemi sekarang ini, supir tidak bisa memastikan kondisi pasien yang mereka bawa.
"Setiap transfer pasien kita harus pastikan benar-benar steril. Kita tidak bisa menduga-duga status pasien selama pandemi ini," kata mereka. Karena itu pelatihan khusus kontaminasi ambulan sebagai tahapan memutus mata rantai covid-19 sangat dibutuhkan.
Dyah menyebutkan dirinya bakal mengkonsultasikan keluhan mereka kepada Plt Gubernur Aceh dan pihak rumah sakit serta Dinas Kesehatan Aceh. Para supir ambulan ini menjadi pihak yang fungsinya sangat vital bagi keselamatan pasien.
"Saya akan sampaikan ke bapak (Plt Gubernur). Semoga pertemuan ini memberi semangat kepada kawan-kawan," kata Dyah.
Dyah menyadari bahwa kondisi geografis Aceh yang antar-kabupaten/kota sangat berjauhan membuat para supir ambulan kewalahan. Mereka tentu membutuhkan istirahat usai proses transfer pasien di rumah sakit.
Dyah melanjutkan dirinya sangat setuju dengan permintaan para sopir tersebut, khususnya pada peningkatan kapasitas supir. Untuk itu ia akan mengkomunikasikan hal tersebut dengan pihak terkait.
"Peningkatan skill sangat penting. Kita bisa coba hubungkan dengan pihak, tergantung skill apa yang dibutuhkan kawan-kawan pengemudi ambulan butuhkan," kata Dyah. []
Di antara permintaan mereka adalah disediakannya tempat peristirahatan di beberapa titik, sehingga para supir ambulan bisa tetap menjaga kondisi kesehatan badan, baik saat mengantarkan pasien maupun sekembalinya ke daerah asal.
"Sebelumnya kita (di Banda Aceh) memanfaatkan lokasi asrama Akper ….. Selama ini teman-teman driver kita istirahat di Rumah Sakit Ibu Anak," kata Teuku Rahmad, penasihat dan pembina organisasi PPAI.
Posisi driver, kata Rahmad sangatlah rentan. Mereka merupakan juru kunci dalam setiap kejadian, khususnya rujukan pasien. "Satu sisi mereka harus mengamankan pasien, dokter dan perawat serta mobil dalam berkendara. Kondisi ini sangat memperihatinkan jika memang kesehatan tubuh mereka tidak dijaga."
Ketua Umum PPAI Aceh, Hamdan, mengatakan organisasi yang ia pimpin itu merangkul semua pengemudi ambulan di seluruh Aceh. "Kalau ada masalah di jalan kita saling membantu. Misal kalau mau merujuk ke Banda Aceh, bisa singgah di tempat kami, begitu juga kalau kami ke sana," kata Hamdan.
Ia mengatakan, para supir ini bekerja dengan fasilitas yang terbatas dan bisa disebut bekerja ekstra saat proses rujukan pasien. "Sangat berbahaya membawa mobil dengan kecepatan tinggi dan tanpa istirahat yang cukup," kata dia.
Selain itu, para supir ambulan itu juga berharap diberikan pelatihan kontaminasi ambulan. Dalam kondisi pandemi sekarang ini, supir tidak bisa memastikan kondisi pasien yang mereka bawa.
"Setiap transfer pasien kita harus pastikan benar-benar steril. Kita tidak bisa menduga-duga status pasien selama pandemi ini," kata mereka. Karena itu pelatihan khusus kontaminasi ambulan sebagai tahapan memutus mata rantai covid-19 sangat dibutuhkan.
Dyah menyebutkan dirinya bakal mengkonsultasikan keluhan mereka kepada Plt Gubernur Aceh dan pihak rumah sakit serta Dinas Kesehatan Aceh. Para supir ambulan ini menjadi pihak yang fungsinya sangat vital bagi keselamatan pasien.
"Saya akan sampaikan ke bapak (Plt Gubernur). Semoga pertemuan ini memberi semangat kepada kawan-kawan," kata Dyah.
Dyah menyadari bahwa kondisi geografis Aceh yang antar-kabupaten/kota sangat berjauhan membuat para supir ambulan kewalahan. Mereka tentu membutuhkan istirahat usai proses transfer pasien di rumah sakit.
Dyah melanjutkan dirinya sangat setuju dengan permintaan para sopir tersebut, khususnya pada peningkatan kapasitas supir. Untuk itu ia akan mengkomunikasikan hal tersebut dengan pihak terkait.
"Peningkatan skill sangat penting. Kita bisa coba hubungkan dengan pihak, tergantung skill apa yang dibutuhkan kawan-kawan pengemudi ambulan butuhkan," kata Dyah. []
Via
News