News
Peusaba: Lokasi IPAL Gampong Pande Banda Aceh adalah Kawasan Situs Sejarah Istana Darul Makmur
BANDA ACEH - Ketua Peusaba Aceh Mawardi Usman mengaku heran dan mempertanyakan pernyataan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh Taqwaddin di media, yang menyatakan bahwa hingga kini belum ada penelitian yang menyebutkan lokasi pembangunan IPAL tersebut merupakan tempat bersejarah.
Padahal sudah banyak sekali penelitian dalam dan luar negeri dikawasan bersejarah Gampong Pande.
Taqwaddin selaku Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh yang seharusnya menyelesaikan polemik Proyek IPAL, malah memberikan pernyataan yang tidak sesuai keadaan sebenarnya, yang jelas-jelas bertentangan dengan penelitian banyak ahli sejarah dan arkeolog.
Peusaba meminta Ombudsman Aceh melihat surat Walikota Banda Aceh yang telah dikirimkan ke Menteri PUPR RI, yang sudah viral yaitu surat nomor 660/0253 tanggal 16 Februari 2021 perihal Lanjutan Pembangunan IPAL Kota Banda Aceh.
Dalam surat itu jelas disebutkan : "Sesuai dengan hasil kajian arkeologi di lokasi IPAL dan jaringan perpipaan air limbah Kota Banda Aceh oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI, Zonasi Kawasan Gampong Pande di bekas Bandar Aceh Darussalam oleh Tim Zonasi Kawasan Gampong Pande".
"Bahkan lokasi IPAL sudah dinyatakan sebagai Zona Inti 2. Lalu kenapa dibilang belum ada penelitian? Bagaimana ini Taqwaddin?", Tanya Mawardi heran.
Peusaba meminta Taqwaddin mempelajari UU Cagar Budaya dan cari tahu apa arti dari Zona Inti dan hubungannya dengan tempat/kawasan bersejarah.
"Yang menjadi pertanyaan kita, sudah ada penelitian yang dibiayai uang negara yang sudah menetapkan lokasi Proyek IPAL masuk kawasan zona inti, tetapi sama sekali tidak diakui oleh Ombudsman, padahal penelitian sudah menghabiskan anggaran cukup banyak sampai miliaran. Maka berapa banyak lagi uang negara yang akan dihabiskan untuk penelitian, yang sudah jelas hasilnya bahwa kawasan itu adalah situs sejarah penting Kesultanan Aceh Darussalam?", kata ketua Peusaba heran.
Namun setelah ada hasil penelitian, pihak Pemko Banda Aceh kemudian tetap saja mengatakan bahwa proyek IPAL dilanjutkan atau tidak terserah Pemerintah Pusat, artinya dari pertama memang hendak melakukan pemusnahan situs sejarah dan penghancuran identitas Bangsa Aceh.
Peusaba meminta ada penyelidikan tentang anggaran penelitian di kawasan Kompleks IPAL yang telah dilakukan Pemko Banda Aceh bekerjasama dengan Kementerian PUPR, sebab dana itu sangat besar, agar di audit oleh pihak berwenang.
Sudah banyak penelitian oleh pemerintah, namun tidak diakui oleh Ombudsman, dan mau dibuat penelitian baru. Akhirnya uang negara habis tidak jelas penggunaannya. Maka harus ada penyelidikan dan audit anggaran penelitian Proyek IPAL secara sungguh-sungguh untuk melihat ada apa disebalik ini.
Ketua Peusaba Aceh meminta Taqwaddin selaku Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh dapat berlaku adil dalam melaksanakan tugasnya sehingga polemik IPAL dapat berakhir dengan dipindahkannya proyek IPAL dari Kuta Farusah Pindi Darul Makmur Gampong Pande.
Atas dasar itu Peusaba tidak mendukung rencana penelitian Heritage Impact Assessment, dan tidak bertanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukan oleh BPCB dan Ombudsman.
Peusaba tetap jalur sendiri membebaskan kawasan Situs Sejarah Istana Kuta Farusah (Pahlawan) Pindi Darul Makmur Gampong Pande kediaman para Raja Diraja.
Via
News