Parlementaria BNA
Kunker MKD DPR RI, Pansus DPRK Banda Aceh Konsultasikan Regulasi Kode Etik dan Tata Beracara
JAKARTA - Pansus Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh melakukan kunjungan kerja ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI di Gedung MKD DPR RI, Kamis (19/5/2022). Kunjungan kerja tersebut untuk mengumpulkan informasi dan mendapatkan masukan terkait Teknik Penyusunan dan Pembahasan Peraturan Kode Etik serta Tata Beracara.
Rombongan Pansus dipimpin langsung oleh Ketua Pansus Kode Etik DPRK Banda Aceh, Dr. Musriadi, M.Pd, bersama Ketua BKD DPRK, H. Iskandar Mahmud; Wakil Ketua Syarifah munira; Sekretaris Pansus, Devi Yunita; serta anggota Pansus M. Arifin, Tuanku Muhammad, dan Irwansyah. Mereka diterima langsung oleh Wakil Ketua MKD DPR RI, H. Nazaruddin Dek Gam, Habiburokhman, R Imron Amin, Fadholi, dan Andi Rio Idris Padjalangi.
Nazaruddin Dek Gam dalam forum tersebut mengatakan, ada perbedaan dasar hukum yang digunakan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI dan Badan Kehormatan (BK) DPRD dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya menegakkan aturan kode etik kedewanan. Jika MKD DPR RI menggunakan berdasarkan pada UU Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3), sedangkan BK DPRD berdasarkan pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"Tata beracara itu perlu dan tidak bisa digabung dengan tata tertib. Kode etik adalah payung hukum untuk diterapkan dalam tata beracara. Sedangkan tata beracara mengatur bagaimana orang mengadu, memanggil saksi, hukumannya ringan, sedang atau berat," sebut politisi Partai Amanat Nasional dan juga anggota DPR RI asal Aceh itu.
Dek Gam menambahkan, untuk menegakkan tata tertib dan kode etik anggotanya tidak akan berjalan efektif kalau belum memiliki tata beracara sebagai instrumen pendukung dalam proses pemeriksaan dugaan terjadinya pelanggaran.
Sementara itu, Ketua Pansus Kode Etik DPRK Banda Aceh, Musriadi, mengatakan, Peraturan DPRK tentang Tata Tertib, Peraturan DPRK tentang Kode Etik, dan Peraturan DPRK tentang Tata Beracara di Badan Kehormatan Dewan adalah peraturan DPRK yang dibentuk untuk melaksanakan fungsi, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban DPRK.
"Dengan adanya Peraturan DPRK Banda Aceh tentang Kode Etik dan Tata Beracara, Badan Kehormatan DPRK Banda Aceh nantinya bisa lebih maksimal dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Kami berkomitmen untuk menjaga integritas lembaga perwakilan rakyat di daerah dalam upaya penegakan etika dan hukum," kata politisi PAN ini.
Kode Etik DPRD adalah suatu ketentuan yang mengatur sikap, perilaku, ucapan, tata kerja, tata hubungan yang ditetapkan dalam pelaksanaan wewenang, tugas dan kewajibannya sebagai anggota DPRD. Untuk dapat melaksanakan tugas kedewanan perlu memiliki landasan etik yang mengatur perilaku dan ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang atau tidak patut dilakukan.
Tujuan utama dengan adanya Peraturan DPRK tentang Kode Etik maupun tata beracara untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas anggota DPRK dalam melaksanakan wewenang, tugas, kewajiban dan tanggung jawabnya kepada negara, masyarakat dan konstituennya; dan memberikan prinsip etis, standar perilaku dan ucapan anggota DPRK dalam melaksanakan tanggung jawab, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban serta fungsinya sebagai wakil rakyat.
Sementara itu, Ketua BKD DPRK Banda Aceh, Iskandar Mahmud, mengatakan masukan dari konsultasi ini sangat berguna untuk dijadikan acuan dalam pembuatan dan penyusunan kode etik dan tata beracara.
"Hal itu menjadi dasar bagaimana Badan Kehormatan bisa bekerja. Sepanjang belum ada kode etik dan tata beracara, Badan Kehormatan tidak bisa melaksanakan tugas-tugasnya," katanya. [Adv]
Rombongan Pansus dipimpin langsung oleh Ketua Pansus Kode Etik DPRK Banda Aceh, Dr. Musriadi, M.Pd, bersama Ketua BKD DPRK, H. Iskandar Mahmud; Wakil Ketua Syarifah munira; Sekretaris Pansus, Devi Yunita; serta anggota Pansus M. Arifin, Tuanku Muhammad, dan Irwansyah. Mereka diterima langsung oleh Wakil Ketua MKD DPR RI, H. Nazaruddin Dek Gam, Habiburokhman, R Imron Amin, Fadholi, dan Andi Rio Idris Padjalangi.
Nazaruddin Dek Gam dalam forum tersebut mengatakan, ada perbedaan dasar hukum yang digunakan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI dan Badan Kehormatan (BK) DPRD dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya menegakkan aturan kode etik kedewanan. Jika MKD DPR RI menggunakan berdasarkan pada UU Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3), sedangkan BK DPRD berdasarkan pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"Tata beracara itu perlu dan tidak bisa digabung dengan tata tertib. Kode etik adalah payung hukum untuk diterapkan dalam tata beracara. Sedangkan tata beracara mengatur bagaimana orang mengadu, memanggil saksi, hukumannya ringan, sedang atau berat," sebut politisi Partai Amanat Nasional dan juga anggota DPR RI asal Aceh itu.
Dek Gam menambahkan, untuk menegakkan tata tertib dan kode etik anggotanya tidak akan berjalan efektif kalau belum memiliki tata beracara sebagai instrumen pendukung dalam proses pemeriksaan dugaan terjadinya pelanggaran.
Sementara itu, Ketua Pansus Kode Etik DPRK Banda Aceh, Musriadi, mengatakan, Peraturan DPRK tentang Tata Tertib, Peraturan DPRK tentang Kode Etik, dan Peraturan DPRK tentang Tata Beracara di Badan Kehormatan Dewan adalah peraturan DPRK yang dibentuk untuk melaksanakan fungsi, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban DPRK.
"Dengan adanya Peraturan DPRK Banda Aceh tentang Kode Etik dan Tata Beracara, Badan Kehormatan DPRK Banda Aceh nantinya bisa lebih maksimal dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Kami berkomitmen untuk menjaga integritas lembaga perwakilan rakyat di daerah dalam upaya penegakan etika dan hukum," kata politisi PAN ini.
Kode Etik DPRD adalah suatu ketentuan yang mengatur sikap, perilaku, ucapan, tata kerja, tata hubungan yang ditetapkan dalam pelaksanaan wewenang, tugas dan kewajibannya sebagai anggota DPRD. Untuk dapat melaksanakan tugas kedewanan perlu memiliki landasan etik yang mengatur perilaku dan ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang atau tidak patut dilakukan.
Tujuan utama dengan adanya Peraturan DPRK tentang Kode Etik maupun tata beracara untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas anggota DPRK dalam melaksanakan wewenang, tugas, kewajiban dan tanggung jawabnya kepada negara, masyarakat dan konstituennya; dan memberikan prinsip etis, standar perilaku dan ucapan anggota DPRK dalam melaksanakan tanggung jawab, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban serta fungsinya sebagai wakil rakyat.
Sementara itu, Ketua BKD DPRK Banda Aceh, Iskandar Mahmud, mengatakan masukan dari konsultasi ini sangat berguna untuk dijadikan acuan dalam pembuatan dan penyusunan kode etik dan tata beracara.
"Hal itu menjadi dasar bagaimana Badan Kehormatan bisa bekerja. Sepanjang belum ada kode etik dan tata beracara, Badan Kehormatan tidak bisa melaksanakan tugas-tugasnya," katanya. [Adv]