Parlementaria BNA
Ketua Komisi I DPRK Banda Aceh Minta Pemerintah Pikirkan Nasib Tenaga Honorer
Banda Aceh – Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Dr Musriadi Aswad, SPd, MPd meminta kepada Pemerintah Aceh, pemerintah kabupaten/kota, DPRA, dan DPD, serta DPR RI untuk memikirkan nasib tenaga honorer.
Hal tersebut disampaikan Musriadi saat mengisi dialog lintas Kuta Raja membahas nasib tenaga honorer di Aceh yang diselenggarakan Radio RRI Banda Aceh via live zoom, Senin (6/6/2022).
"Karena dalam UU ASN disebutkan yang kategori ASN dalam Pasal 256 ayat I disebutkan bahwa polisi Pamong Praja adalah ASN. Jadi formasi PPPK mereka tidak masuk, kan ini menjadi masalah besar," kata Musriadi.
Hasil dari komunikasi pihaknya dengan Dirut Satpol PP Kementerian Dalam Negeri, persoalan ini adalah persoalan di seluruh Indonesia. Dimana sebanyak 90 ribu Satpol PP tidak terakomodir dalam PPPK.
"Kalaupun mereka terakomodir dalam kategori PNS, itupun punya kriteria usia, menurutnya ini menjadi persoalan besar," urai dia.
Hal tersebut disampaikan Musriadi saat mengisi dialog lintas Kuta Raja membahas nasib tenaga honorer di Aceh yang diselenggarakan Radio RRI Banda Aceh via live zoom, Senin (6/6/2022).
Dialog yang dipandu host Lisma tersebut turut menghadirkan pembicara anggota DPD-RI, Fadhil Rahmi, Lc, MA, Ketua Komisi IV DPRA, M Rizal Fahlevi Kirani, SSos, MIKom, dan Kepala BKA, Abdul Qahar.
Musriadi menyampaikan, terkait persoalan ini, Komisi I DPRK Banda Aceh sudah melakukan beberapa hal dengan memperjuangkan mereka yang tidak diatur dalam Undang-undang ASN. Di antaranya melakukan koordinasi dengan Kemenpan RB dan Kementerian Dalam Negeri di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Musriadi menyampaikan, terkait persoalan ini, Komisi I DPRK Banda Aceh sudah melakukan beberapa hal dengan memperjuangkan mereka yang tidak diatur dalam Undang-undang ASN. Di antaranya melakukan koordinasi dengan Kemenpan RB dan Kementerian Dalam Negeri di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, ada beberapa hal dilihat sangat subtansial dan menjadi sebuah permasalahan besar, baik di Aceh maupun Indonesia pada umumnya. Dimana Satpol PP sama sekali mereka tidak terakomodir dalam Undang-undang ASN.
"Karena dalam UU ASN disebutkan yang kategori ASN dalam Pasal 256 ayat I disebutkan bahwa polisi Pamong Praja adalah ASN. Jadi formasi PPPK mereka tidak masuk, kan ini menjadi masalah besar," kata Musriadi.
Hasil dari komunikasi pihaknya dengan Dirut Satpol PP Kementerian Dalam Negeri, persoalan ini adalah persoalan di seluruh Indonesia. Dimana sebanyak 90 ribu Satpol PP tidak terakomodir dalam PPPK.
"Kalaupun mereka terakomodir dalam kategori PNS, itupun punya kriteria usia, menurutnya ini menjadi persoalan besar," urai dia.
"Jika mereka dinonaktifkan semua, maka siapa yang akan menjaga dan menegakkan Peraturan Gubernur atau Qanun Aceh, maupun ketertiban umum," tanya doktor lulusan Universitas Medan itu.
Sementara persoalan guru, tambahnya, mereka sudah terintegrasi antara daerah dan pusat serta terdaftar melalui Dapodik dan memiliki NUPTK.
"Begitu juga dengan tenaga kesehatan yang sudah memiliki formasi, tetapi yang menjadi pertanyaan dan tantangan kita di Aceh adalah Satpol PP dan WH," ungkapnya.
Untuk itu, politikus PAN ini mengajak para pihak agar memiliki sebuah titik temu untuk memperjuangkan nasib tenaga kontrak di Satpol PP dan WH di Aceh.
"Ini menjadi tantangan besar untuk kita semua di tahun 2023, untuk melahirkan sebuah regulasi dan perlu diperjuangkan bersama, baik di DPRK maupun di DPRA, kemudian untuk kuota kita minta DPR dan DPD RI mengadvokasinya," demikian Musriadi.(Adv)
Sementara persoalan guru, tambahnya, mereka sudah terintegrasi antara daerah dan pusat serta terdaftar melalui Dapodik dan memiliki NUPTK.
"Begitu juga dengan tenaga kesehatan yang sudah memiliki formasi, tetapi yang menjadi pertanyaan dan tantangan kita di Aceh adalah Satpol PP dan WH," ungkapnya.
Untuk itu, politikus PAN ini mengajak para pihak agar memiliki sebuah titik temu untuk memperjuangkan nasib tenaga kontrak di Satpol PP dan WH di Aceh.
"Ini menjadi tantangan besar untuk kita semua di tahun 2023, untuk melahirkan sebuah regulasi dan perlu diperjuangkan bersama, baik di DPRK maupun di DPRA, kemudian untuk kuota kita minta DPR dan DPD RI mengadvokasinya," demikian Musriadi.(Adv)