Parlementaria
Parlementaria BNA
Ceramah Subuh di Masjid Lingke, Ketua DPRK Sampaikan Peran Masjid sebagai Basis Umat di Masa Rasulullah
BANDA ACEH – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Farid Nyak Umar, mengisi ceramah subuh bersama Gerakan Pemuda (GPS) yang berlangsung di Masjid Babuttaqwa Utama, Gampong Jeulingke, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Sabtu (13/08/2022).
Pada kesempatan itu Farid Nyak Umar mengapresiasi langkah yang dilakukan GPS dalam memakmurkan masjid di Banda Aceh. Apa yang dilakukan GPS dan beberapa komunitas subuh keliling lainnya di Banda Aceh, khususnya dalam mensyiarkan salat Subuh berjamaah dapat menginspirasi banyak pihak untuk meningkatkan interaksi dengan rumah Allah agar memperoleh keberkahan dalam hidup di waktu fajar.
"Salah satu indikator bahwa pelaksanaan syariat Islam sukses di Banda Aceh dapat ditandai dengan semakin makmurnya rumah Allah, khususnya di waktu subuh. Karena itu apa yang dilakukan oleh anak-anak muda yang tergabung dalam GPS ini perlu terus disyiarkan, sebab dapat menjadi inspirasi bagi banyak pihak," kata Farid.
Farid mengajak para jamaah untuk meneladani Rasulullah dalam berdakwah, yaitu dengan menjadikan masjid sebagai sumber kekuatan dan perubahan bagi umat. Sebab masjid merupakan tempat pertama yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw ketika memasuki Kota Madinah. Rasulullah saw hijrah meninggalkan tanah kelahirannya di Kota Mekah dan membangun basis dakwah yang baru di Madinah.
"Maka kalau ingin perubahan terjadi, mulailah dari masjid, menjadikan masjid benar-benar berfungsi secara maksimal. Di masa Nabi Muhammad saw, masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, tapi menjadi pusat pendidikan dan majelis ilmu, tempat bermusyawarah, tempat tinggal bagi para sahabat, tempat merawat pasukan yang terluka, serta tempat pemberangkatan pasukan perang," ujar Farid.
Lebih lanjut politisi Partai Keadilan Sejahtera itu juga menyampaikan, selain menjadikan masjid sebagai basis kekuatan umat, Rasulullah juga mempersatukan para sahabat dengan cara mempersaudarakan antara kaum muslimin yang ada di Kota Mekah dengan di Madinah. Hingga timbullah rasa memiliki meski mereka memiliki banyak perbedaan, perasaan senasib sepenanggungan tumbuh subur di kalangan penduduk Madinah sebab mereka senantiasa bertemu di masjid.
Farid memaparkan bahwa dalam konteks Banda Aceh, maka semua pihak (stakeholder) harus bersatu dan berkolaborasi dalam menegakkan syariat, baik tanggung jawab pada level individu (keluarga), komunitas atau kelompok masyarakat, serta tanggung jawab pemerintah pada level daerah/kota.
Pemerintah kota harus mengajak dan menggandeng berbagai potensi yang ada untuk berkontribusi, mulai dari kalangan pemuda, remaja masjid, penggerak majelis taklim/balai pengajian, unsur dayah/pesantren, akademisi kampus, para ulama, serta tokoh-tokoh masyarakat dan ormas/OKP Islam lainnya harus diajak bergerak bersama dan berbagi peran dalam mengimplementasikan syariat di ibu kota Provinsi Aceh ini.
"Karena pemerintah memiliki keterbatasan sumber daya manusia, dan sumber dana maka pemko harus mengandeng masyarakat dan semua stakeholder yang ada untuk bergandengan tangan dalam menegakkan syariat," papar Farid yang juga Ketua DPD PKS Kota Banda Aceh.
Kemudian tambah Farid, yang juga dilakukan oleh Rasulullah saw sewaktu di Madinah, beliau membuat sebuah perjanjian yang mengikat berbagai komunitas yang ada di Kota Madinah. Jadi meski penduduknya sangat heterogen, namun mereka terikat dengan suatu regulasi yang populer dengan sebutan Piagam Madinah, yang bertujuan menyatukan dan menciptakan kehidupan masyarakat Madinah yang rukun, damai, dan tentram, di balik segala perbedaan yang ada.
Poin penting lainya kata Farid, bahwa kepala daerah sebagai pemegang otoritas tertinggi di sebuah daerah/kota, harus berada di garda terdepan dalam menggaungkan dan menegakkan syariat. Harus ada integrasi semua sektor yang ada, semua instansi (OPD) yang berada di bawah kepala daerah harus terlibat aktif dengan tidak memandang dikotomi antara instansi yang berlabel syariat ataupun tidak. Semuanya memiliki peran dan tanggung jawab yang sama demi sukses dan tegaknya syariat Allah.
"Sebab tanggung jawab penegakan syariat bukan hanya ada pada Dinas Syariat Islam, Dinas Pendidikan Dayah, Baitul Mal, atau MPU saja. Jadi semua instansi harus terintegrasi dan terlibat aktif, semua leading sector memiliki kewajiban berkontribusi sesuai dengan tupoksi yang ada di bawah kendali utama seorang kepala daerah," tutup Farid Nyak Umar. [Adv]
Pada kesempatan itu Farid Nyak Umar mengapresiasi langkah yang dilakukan GPS dalam memakmurkan masjid di Banda Aceh. Apa yang dilakukan GPS dan beberapa komunitas subuh keliling lainnya di Banda Aceh, khususnya dalam mensyiarkan salat Subuh berjamaah dapat menginspirasi banyak pihak untuk meningkatkan interaksi dengan rumah Allah agar memperoleh keberkahan dalam hidup di waktu fajar.
"Salah satu indikator bahwa pelaksanaan syariat Islam sukses di Banda Aceh dapat ditandai dengan semakin makmurnya rumah Allah, khususnya di waktu subuh. Karena itu apa yang dilakukan oleh anak-anak muda yang tergabung dalam GPS ini perlu terus disyiarkan, sebab dapat menjadi inspirasi bagi banyak pihak," kata Farid.
Farid mengajak para jamaah untuk meneladani Rasulullah dalam berdakwah, yaitu dengan menjadikan masjid sebagai sumber kekuatan dan perubahan bagi umat. Sebab masjid merupakan tempat pertama yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw ketika memasuki Kota Madinah. Rasulullah saw hijrah meninggalkan tanah kelahirannya di Kota Mekah dan membangun basis dakwah yang baru di Madinah.
"Maka kalau ingin perubahan terjadi, mulailah dari masjid, menjadikan masjid benar-benar berfungsi secara maksimal. Di masa Nabi Muhammad saw, masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, tapi menjadi pusat pendidikan dan majelis ilmu, tempat bermusyawarah, tempat tinggal bagi para sahabat, tempat merawat pasukan yang terluka, serta tempat pemberangkatan pasukan perang," ujar Farid.
Lebih lanjut politisi Partai Keadilan Sejahtera itu juga menyampaikan, selain menjadikan masjid sebagai basis kekuatan umat, Rasulullah juga mempersatukan para sahabat dengan cara mempersaudarakan antara kaum muslimin yang ada di Kota Mekah dengan di Madinah. Hingga timbullah rasa memiliki meski mereka memiliki banyak perbedaan, perasaan senasib sepenanggungan tumbuh subur di kalangan penduduk Madinah sebab mereka senantiasa bertemu di masjid.
Farid memaparkan bahwa dalam konteks Banda Aceh, maka semua pihak (stakeholder) harus bersatu dan berkolaborasi dalam menegakkan syariat, baik tanggung jawab pada level individu (keluarga), komunitas atau kelompok masyarakat, serta tanggung jawab pemerintah pada level daerah/kota.
Pemerintah kota harus mengajak dan menggandeng berbagai potensi yang ada untuk berkontribusi, mulai dari kalangan pemuda, remaja masjid, penggerak majelis taklim/balai pengajian, unsur dayah/pesantren, akademisi kampus, para ulama, serta tokoh-tokoh masyarakat dan ormas/OKP Islam lainnya harus diajak bergerak bersama dan berbagi peran dalam mengimplementasikan syariat di ibu kota Provinsi Aceh ini.
"Karena pemerintah memiliki keterbatasan sumber daya manusia, dan sumber dana maka pemko harus mengandeng masyarakat dan semua stakeholder yang ada untuk bergandengan tangan dalam menegakkan syariat," papar Farid yang juga Ketua DPD PKS Kota Banda Aceh.
Kemudian tambah Farid, yang juga dilakukan oleh Rasulullah saw sewaktu di Madinah, beliau membuat sebuah perjanjian yang mengikat berbagai komunitas yang ada di Kota Madinah. Jadi meski penduduknya sangat heterogen, namun mereka terikat dengan suatu regulasi yang populer dengan sebutan Piagam Madinah, yang bertujuan menyatukan dan menciptakan kehidupan masyarakat Madinah yang rukun, damai, dan tentram, di balik segala perbedaan yang ada.
Poin penting lainya kata Farid, bahwa kepala daerah sebagai pemegang otoritas tertinggi di sebuah daerah/kota, harus berada di garda terdepan dalam menggaungkan dan menegakkan syariat. Harus ada integrasi semua sektor yang ada, semua instansi (OPD) yang berada di bawah kepala daerah harus terlibat aktif dengan tidak memandang dikotomi antara instansi yang berlabel syariat ataupun tidak. Semuanya memiliki peran dan tanggung jawab yang sama demi sukses dan tegaknya syariat Allah.
"Sebab tanggung jawab penegakan syariat bukan hanya ada pada Dinas Syariat Islam, Dinas Pendidikan Dayah, Baitul Mal, atau MPU saja. Jadi semua instansi harus terintegrasi dan terlibat aktif, semua leading sector memiliki kewajiban berkontribusi sesuai dengan tupoksi yang ada di bawah kendali utama seorang kepala daerah," tutup Farid Nyak Umar. [Adv]
Via
Parlementaria