MAA
Empat Tradisi Adat Istiadat Suku Alas yang Masih Terawat dengan Baik
Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Aceh Tenggara, Dr. H. Thalib Akbar, MSc |
KUTACANE - Dalam masyarakat Suku Alas di Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, ada empat tradisi adat istiadat yang sangat populer dan masih dijalankan dengan baik hingga saat ini, yang dikenal dengan Siempat Perkhkare (Siempat Perkara), yaitu Langkah (adat kelahiran/turun mandi), Rezeki (Adat Sunat Rasul/khitan dan Nikah), Pertemuan (adat Kawin), dan Maut (adat meninggal dunia).
Keempat adat istiadat tersebut mengandung filosofinya tersendiri yang terbentuk atas dasar persaudaraan nasab (keluarga), kekerabatan dan kebersamaan (tolong menolong), serta nilai-nilai Islam yang menjadi kepercayaan dari masyarakat Alas yang sudah tertanam sejak masa kerajaan.
Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Aceh Tenggara, Dr. H. Thalib Akbar, MSc kepada media ini menuturkan, Adat Alas Siempat Perkara di atas masih dijalankan dengan baik oleh masyarakat Alas, termasuk tradisi ritualnya juga terawat dengan baik.
"Adat Alas Siempat Perkara ini, yaitu langkah, rezeki, pertemuan, dan Maut. Alhamdulillah ritual adat pada keempat perkara ini masih terlestarikan dengan baik sampai hari ini, bagus sekali," kata Thalib Akbar kepada media ini, Sabtu (19/11/2022).
Thalib menjelaskan, adat istiadat Alas dengan sebutan Langkah, Khezeki (Rezeki), Pekhtemunen (Pertemuan), dan Maut, kodratnya dari Tuhan, dan melaksanakan adatnya manusia.
Dikatakannya, adat Siempat Perkara ini berakar dari Islam, dimana masyarakat Alas mempercayai bahwa Kelahiran Anak, Rezeki, Pertemuan, dan Maut adalah kekuasaan Allah Swt. Sementara manusia atau masyarakat melaksanakan ritual sebagai adatnya.
"Pertama Adat Langkah, yaitu adat Turun Mandi atau Mbabe Anak Bhe Lawe atau Jenguk'i, yaitu acara Adat terhadap seorang bayi baru lahir hingga Turun Mandi. Adat langkah itu, adat pelaksanaan budaya mulai lahir dari kandungan sampai turun mandi.," ujarnya.
Kedua Adat Rezeki atau pesenatken, yaitu acara Adat Sunat Rasul yang berakar dari Islam. "Adat rezeki, rezeki ini adalah mengikuti Sunnah Rasul yaitu berkhitan, kita sebut disini budaya pemamanen. Tradisi Sunat Rasul menjadi salah satu adat terpenting orang Alas dalam hubungannya dengan agama Islam untuk mengikuti Sunnah Rasullullah Muhammad Saw," ungkapnya.
Ketiga Pekhtemunen atau pertemuan, yaitu acara Adat Perkawinan (pertemuan, yaitu mulai adat pergaulan muda-mudi, kawin, dan adat berusaha untuk membina dan meningkatkan taraf hidup keluarga dan masyarakat untuk menunjang perhelatan adat istiadat.
"Dilaksanakan dengan budaya kawin. Di sini dimulainya bukan melamar, tapi secara umum ada perjanjian batin diantara muda dan mudi. Setelah ada perjanjian batin ini disampaikanlah kepada adik bapaknya si perempuan, jadi nanti dari situ baru dilaksanakan janji batinnya yang dimulai dari pelaksanaan adat dan istiadat, yang namanya itu meuradat," ujarnya.
"Meuradat itu termasuk meuranek, yang didalamnya ada semacam Seumapa - kalua dalam istilah orang Aceh secara umum. Menyampaikan sesuatu apa yang diperjanjikan oleh muda mudi. Janji batinnya itu didhahirkan atau disampaikan secara lisan kepada keluarga si perempuan yang ingin dilamar. Di sini dipandu oleh tokoh adat untuk mendhahirkan janji batinnya. Itu lah namanya Meuradat," ujarnya lagi.
"Yang terakhir atau keempat adalah Maut, yaitu Adat kalak Nadingken atau adat kepatenen (meninggal dunia, termasuk pembagian harta waris dan adat menjalankan wasiat sipewaris dan sebagainya) atau pelaksanaan acara adat fardhu kifayah bagi Suku Bangsa Alas yang meninggal dunia," sebutnya
"Ini dilaksanakan mulai sebelum meninggal. Kan ada gejala-gejala sudah tua, biasanya umur 53 sudah mulai ada persiapan sampai penguburan. Kemudian takziah," demikian dijelaskan Thalib Akbar. [Adv]
Keempat adat istiadat tersebut mengandung filosofinya tersendiri yang terbentuk atas dasar persaudaraan nasab (keluarga), kekerabatan dan kebersamaan (tolong menolong), serta nilai-nilai Islam yang menjadi kepercayaan dari masyarakat Alas yang sudah tertanam sejak masa kerajaan.
Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Aceh Tenggara, Dr. H. Thalib Akbar, MSc kepada media ini menuturkan, Adat Alas Siempat Perkara di atas masih dijalankan dengan baik oleh masyarakat Alas, termasuk tradisi ritualnya juga terawat dengan baik.
"Adat Alas Siempat Perkara ini, yaitu langkah, rezeki, pertemuan, dan Maut. Alhamdulillah ritual adat pada keempat perkara ini masih terlestarikan dengan baik sampai hari ini, bagus sekali," kata Thalib Akbar kepada media ini, Sabtu (19/11/2022).
Thalib menjelaskan, adat istiadat Alas dengan sebutan Langkah, Khezeki (Rezeki), Pekhtemunen (Pertemuan), dan Maut, kodratnya dari Tuhan, dan melaksanakan adatnya manusia.
Dikatakannya, adat Siempat Perkara ini berakar dari Islam, dimana masyarakat Alas mempercayai bahwa Kelahiran Anak, Rezeki, Pertemuan, dan Maut adalah kekuasaan Allah Swt. Sementara manusia atau masyarakat melaksanakan ritual sebagai adatnya.
"Pertama Adat Langkah, yaitu adat Turun Mandi atau Mbabe Anak Bhe Lawe atau Jenguk'i, yaitu acara Adat terhadap seorang bayi baru lahir hingga Turun Mandi. Adat langkah itu, adat pelaksanaan budaya mulai lahir dari kandungan sampai turun mandi.," ujarnya.
Kedua Adat Rezeki atau pesenatken, yaitu acara Adat Sunat Rasul yang berakar dari Islam. "Adat rezeki, rezeki ini adalah mengikuti Sunnah Rasul yaitu berkhitan, kita sebut disini budaya pemamanen. Tradisi Sunat Rasul menjadi salah satu adat terpenting orang Alas dalam hubungannya dengan agama Islam untuk mengikuti Sunnah Rasullullah Muhammad Saw," ungkapnya.
Ketiga Pekhtemunen atau pertemuan, yaitu acara Adat Perkawinan (pertemuan, yaitu mulai adat pergaulan muda-mudi, kawin, dan adat berusaha untuk membina dan meningkatkan taraf hidup keluarga dan masyarakat untuk menunjang perhelatan adat istiadat.
"Dilaksanakan dengan budaya kawin. Di sini dimulainya bukan melamar, tapi secara umum ada perjanjian batin diantara muda dan mudi. Setelah ada perjanjian batin ini disampaikanlah kepada adik bapaknya si perempuan, jadi nanti dari situ baru dilaksanakan janji batinnya yang dimulai dari pelaksanaan adat dan istiadat, yang namanya itu meuradat," ujarnya.
"Meuradat itu termasuk meuranek, yang didalamnya ada semacam Seumapa - kalua dalam istilah orang Aceh secara umum. Menyampaikan sesuatu apa yang diperjanjikan oleh muda mudi. Janji batinnya itu didhahirkan atau disampaikan secara lisan kepada keluarga si perempuan yang ingin dilamar. Di sini dipandu oleh tokoh adat untuk mendhahirkan janji batinnya. Itu lah namanya Meuradat," ujarnya lagi.
"Yang terakhir atau keempat adalah Maut, yaitu Adat kalak Nadingken atau adat kepatenen (meninggal dunia, termasuk pembagian harta waris dan adat menjalankan wasiat sipewaris dan sebagainya) atau pelaksanaan acara adat fardhu kifayah bagi Suku Bangsa Alas yang meninggal dunia," sebutnya
"Ini dilaksanakan mulai sebelum meninggal. Kan ada gejala-gejala sudah tua, biasanya umur 53 sudah mulai ada persiapan sampai penguburan. Kemudian takziah," demikian dijelaskan Thalib Akbar. [Adv]
Via
MAA