MAA
Filosofi ‘Sumang Opat’ Dalam Kehidupan Adat dan Budaya Gayo
Ketua Majelis Adat Gayo (MAG) Kabupaten Bener Meriah, Tgk Abdul Kasah. |
REDELONG - Masyarakat Suku Gayo menyimpan banyak hal yang menarik untuk diketahui dan dikaji. Suku Gayo yang mendiami wilayah bukit barisan di dataran tinggi Aceh (Kabupaten Bener meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues) memiliki adat dan budaya yang berbeda dengan masyarakat Aceh pada umumnya.
Di sini kami akan mengulas tentang 'Sumang Opat' yang memiliki filosofi membentuk akhlak dan perilaku masyarakat Suku Gayo. Sumang artinya pantangan/larangan, sedangkan Opat adalah empat. Jadi Sumang Opat adalah empat pantangan yang melekat dalam budaya masyarakat Gayo yang diadopsi dari ajaran agama Islam dengan tujuan agar masyarakatnya terhindar dari perbuatan dosa.
Ketua Majelis Adat Gayo (MAG) Kabupaten Bener Meriah, Tgk Abdul Kasah menjelaskan, tujuan dari adanya Sumang tersebut adalah untuk menghindari terjadinya pergaulan bebas antara laki-laki dan wanita yang berujung pada perzinahan. Selain itu juga untuk membentuk tatakrama di dalam masyarakat Gayo.
Adat Sumang, katanya, termasuk gagasan yang menyatukan nilai-nilai budaya dan ajaran agama Islam yang diadopsi sejak masa Kerajaan Linge, dan ini menjadi acuan perilaku masyarakat Gayo saat ini yang sudah menjadi bagian dari adat dan budaya.
"Sumang Opat ini termasuk yang sakral dari adat dan budaya masyarakat Gayo. Sumang Opat adalah peninggalan leluhur masyarakat Gayo yang tujuannya agar terhindar dari perbuatan zina," ujar Tgk Kasah saat diwawancarai media ini di Bener Meriah, Senin (14/11/2022).
Adat Sumang Opat dalam budaya Gayo ini sebenarnya adalah konstruksi dari ajaran Islam. Dalam agama Islam dengan tegas melarang umatnya mendekati zina apalagi melakukannya. Kemudian larangan ini dikemas oleh nenek moyang masyarakat Aceh-Gayo menjadi bagian dari adat dan budaya.
"Kalau melihat pendekatan sosialnya, sesuatu yang sudah menjadi bagian dari adat dan budaya, masyarakat akan lebih mudah mematuhinya lantaran akan ada sanksi adat atau sanksi sosialnya. Dan ini sebenarnya bisa membentuk perilaku baik di kalangan masyarakat itu sendiri untuk menghindari perbuatan zina," ungkap Tgk Kasah.
Dia menjelaskan, dalam budaya dan adat masyarakat Gayo ada empat pantangan (Sumang) yang mesti dijaga yang dikenal dengan sebutan 'Sumang Opat', yaitu (1) Sumang Penengonen (penglihatan), (2) Sumang Perceraken (perkataan), (3) Sumang Pelangkahen (perjalanan), dan (4) Sumang Kenunulen (kedudukan).
Mengutip dari keterangan Ketua MAA Bener Meriah dan juga disadur dari berbagai sumber, berikut penjelasan tentang Sumang Opat:
Pertama; Sumang Penengonen (penglihatan), yaitu pantangan/larangan memandang wanita dengan iktikad yang tidak baik. Dengan kata lain seseorang dilarang melihat lawan jenisnya dengan syahwat, karena ini selain merusak pikiran juga menjadi potensi awal melakukan perbuatan tidak baik.
Kedua; Sumang Perceraken (perkataan), yaitu pantangan atau larangan pembicaraan antara pria dan wanita yang tidak pantas, misalnya pembincaraan yang kasar-kasar dan juga pembicaraan yang berbau negative (porno). Ini sangat dilarang dalam adat dan budaya masyarakat Gayo.
Ketiga; Sumang Pelangkahen (perjalanan), yaitu pantangan atau larangan berjalan berduaan antara pria dan wanita tanpa muhrim.
Keempat; Sumang Kenunulen (kedudukan), yaitu pantangan duduk di tempat sepi berduaan dengan lawan jenis, karena ini dapat menimbulkan kecurigaan dan potensi berbuat zina.
Duduk berduaan di tempat sepi adalah perbuatan yang mendekati zina dan ini jelas-jelas sangat dilarang dalam Islam. Bahkan sekarang di Aceh juga sudah ada Qanun (Peraturan Daerah) bila kedepatan berduaan di tempat sepi (khalwat) maka akan ada hukuman cambuk dan kurungan. [Adv]
Via
MAA