MAA
MAA Nagan Raya Gelar Pelatihan Peradilan Adat Bagi Mukim dan Perangkat Desa
MAA Kabupaten Nagan Raya menggelar pelatihan Peradilan Adat bagi Mukim dan Perangkat Desa di Gedung Serbaguna Kecamatan Seunagan Timur, Selasa (15/11/2022). |
SUKA MAKMUE – Dalam rangka melestarikan adat dan adat istiadat, Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Nagan Raya menggelar Pelatihan Pemberdayaan Kelembagaan Adat dan Pelatihan Peradilan Adat bagi Mukim dan Kepala Desa, Selasa (15/11/2022).
Kegiatan ini berlangsung di Gedung Serbaguna Kecamatan Seunagan Timur, Kabupaten Nagan Raya, selama satu hari, dengan anggaran bersumber dari DPA Sekretariat MAA dengan jumlah peserta 154 orang yang terdiri dari keuchik dan imum mukim dalam 5 kecamatan dalam Kabupaten Nagan Raya.
Wakil Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Nagan Raya, Teuku Jamalul Ade, mengatakan, tujuan Pelatihan Peradilan Adat tersebut untuk memberikan pemahaman tentang eksistensi Peradilan Adat dan mekanisme pelaksanaannya.
Teuku Jamalul berharap, Peradilan Adat bisa berjalan di desa-desa mengingat sudah memiliki kekuatan hukum yang kuat, baik Peraturan Gubernur Aceh, Keputusan Bersama Forkopimda Aceh, Qanun Aceh, hingga Qanun MAA Kabupaten Nagan Raya Nomor 05 tahun 2021.
"Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan kalangan aparatur desa dan mukim dapat meningkatkan perannya di desa dalam menyelesaikan setiap persoalan yang terjadi di masyarakat melalui pendekatan adat istiadat Aceh sesuai dengan Syariat Islam," harap Jamalul.
Dia juga berharap, penyelesaian sengketa melalui Peradilan Adat dapat mewujudkan masyarakat Nagan Raya yang damai dan tentram, tidak ada rasa dendam dan permusuhan.
Lebih lanjut dia menjelaskan, dasar hukum dilaksanakan Pelatihan Peradilan Adat mengacu pada Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), yang di dalamnya ada pasal yang membahas tentang adat.
Kemudian perintah dari UUPA tersebut dituangkan dalam Qanun Aceh Nomor 9 tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat, Peraturan Gubernur Aceh, Keputusan Bersama antara Gubernur Aceh, Kapolda Aceh, dan Ketua MAA Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa / Perselisihan Adat Istiadat, serta lahirnya Pergub Nomor 60 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa / Perselisihan Adat Istiadat.
Seperti diketahui, berdasarkan Qanun Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat, ada 18 sengketa/perselisihan Adat dan Adat Istiadat yang bisa diselesaikan oleh pemangku adat atau perangkat desa melalui Peradilan Adat.
Ke 18 perkara tersebut yaitu: (1) perselisihan dalam rumah tangga; (2) sengketa antara keluarga yang berkaitan dengan faraidh; (3) perselisihan antar warga; (4) khalwat mesum; (5) perselisihan tentang hak milik; dan (6) pencurian dalam keluarga (pencurian ringan).
Kemudian (7) perselisihan harta sehareukat; (8) pencurian ringan; (9) pencurian ternak peliharaan; (10) pelanggaran adat tentang ternak, pertanian, dan hutan; (11) persengketaan di laut; (12) persengketaan di pasar; (13) penganiayaan ringan; dan (14) pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat).
Selanjutnya, (15) pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik; (16) pencemaran lingkungan (skala ringan); dan (17) ancam mengancam (tergantung dari jenis ancaman); dan (18) perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat dan adat istiadat. [Adv]
Kegiatan ini berlangsung di Gedung Serbaguna Kecamatan Seunagan Timur, Kabupaten Nagan Raya, selama satu hari, dengan anggaran bersumber dari DPA Sekretariat MAA dengan jumlah peserta 154 orang yang terdiri dari keuchik dan imum mukim dalam 5 kecamatan dalam Kabupaten Nagan Raya.
Wakil Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Nagan Raya, Teuku Jamalul Ade, mengatakan, tujuan Pelatihan Peradilan Adat tersebut untuk memberikan pemahaman tentang eksistensi Peradilan Adat dan mekanisme pelaksanaannya.
Teuku Jamalul berharap, Peradilan Adat bisa berjalan di desa-desa mengingat sudah memiliki kekuatan hukum yang kuat, baik Peraturan Gubernur Aceh, Keputusan Bersama Forkopimda Aceh, Qanun Aceh, hingga Qanun MAA Kabupaten Nagan Raya Nomor 05 tahun 2021.
"Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan kalangan aparatur desa dan mukim dapat meningkatkan perannya di desa dalam menyelesaikan setiap persoalan yang terjadi di masyarakat melalui pendekatan adat istiadat Aceh sesuai dengan Syariat Islam," harap Jamalul.
Dia juga berharap, penyelesaian sengketa melalui Peradilan Adat dapat mewujudkan masyarakat Nagan Raya yang damai dan tentram, tidak ada rasa dendam dan permusuhan.
Lebih lanjut dia menjelaskan, dasar hukum dilaksanakan Pelatihan Peradilan Adat mengacu pada Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), yang di dalamnya ada pasal yang membahas tentang adat.
Kemudian perintah dari UUPA tersebut dituangkan dalam Qanun Aceh Nomor 9 tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat, Peraturan Gubernur Aceh, Keputusan Bersama antara Gubernur Aceh, Kapolda Aceh, dan Ketua MAA Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa / Perselisihan Adat Istiadat, serta lahirnya Pergub Nomor 60 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa / Perselisihan Adat Istiadat.
Seperti diketahui, berdasarkan Qanun Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat, ada 18 sengketa/perselisihan Adat dan Adat Istiadat yang bisa diselesaikan oleh pemangku adat atau perangkat desa melalui Peradilan Adat.
Ke 18 perkara tersebut yaitu: (1) perselisihan dalam rumah tangga; (2) sengketa antara keluarga yang berkaitan dengan faraidh; (3) perselisihan antar warga; (4) khalwat mesum; (5) perselisihan tentang hak milik; dan (6) pencurian dalam keluarga (pencurian ringan).
Kemudian (7) perselisihan harta sehareukat; (8) pencurian ringan; (9) pencurian ternak peliharaan; (10) pelanggaran adat tentang ternak, pertanian, dan hutan; (11) persengketaan di laut; (12) persengketaan di pasar; (13) penganiayaan ringan; dan (14) pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat).
Selanjutnya, (15) pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik; (16) pencemaran lingkungan (skala ringan); dan (17) ancam mengancam (tergantung dari jenis ancaman); dan (18) perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat dan adat istiadat. [Adv]
Via
MAA