MAA
Melengkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, MAA Gayo Lues: Semoga Bisa Terus Dilestarikan
Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Gayo Lues, Zulkifli Zain |
BLANGKEJEREN – Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Gayo Lues bersyukur salah satu karya budaya dalam tradisi masyarakat Gayo, 'Melengkan', kini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Tekhnologi RI.
Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Gayo Lues, Zulkifli Zain, mengaku sangat bangga dan bersyukur, karena salah satu karya budaya peninggalan leluhur masyarakat Gayo telah mendapat pengakuan dari Pemerintah Republik Indonesia.
"Tentunya dengan penetapan Melengkan ini sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, kita masyarakat Gayo khususnya masyarakat Gayo Lues sangat bangga dan bersyukur sekali," ujar Zulkifli Zain saat dimintai tanggapan di Blangkejeren, Rabu (16/11/2022).
MAA Gayo Lues, tambah dia, sangat berterimakasih kepada Pemerintah Aceh yang telah mengusul dan memperjuangkan karya budaya yang menjadi bagian adat masyarakat Gayo itu, kini menjadi bagian dari Warisan Budaya Tak Benda Indonesia,
"Melengkan adalah warisan leluhur masyarakat Gayo, kita berharap semua pihak bisa terlibat dalam melestarikan tradisi Melengken, karena ini budaya dan khazanah masyarakat Gayo yang terangkat kembali. Kalu bukan kita masyarakat Gayo yang melestarikannya siapa lagi," ajaknya.
Untuk diketahui, pada akhir September 2022 lalu, Melengkan dinyatakan memenuhi syarat oleh tim ahli untuk ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia bersama 16 karya budaya Aceh lainnya.
Penetapan Melengkan dan 16 karya budaya Aceh lainnya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Tekhnologi RI diumumkan langsung oleh Pemerintah Aceh melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata pada akhir September 2022 lalu.
Ketua MAA Gayo Lues, Zulkifli Zain, menjelaskan, Melengkan merupakan adat bertutur kata yang bermuatan nasehat. Dikatakannya, tradisi Melengkan sudah ada sejak lama yang diyakini merupakan tradisi turun temurun dari Kerajaan Linge.
"Melengkan ini termasuk adat budaya Gayo yang sudah terintegral dengan masyarakat di seluruh pelosok Gayo Lues," katanya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, Melengkan adalah salah satu budaya bertutur kata yang telah ada sejak dulu dalam kehidupan masyarakat Gayo, dimana tradisi bertutur atau lisan ini merupakan pondasi dasar bagi pengembangan bahasa khas Gayo.
Tradisi Melengkan dalam masyarakat Gayo Lues sejatinya sama seperti yang berlaku di masyarakat Gayo di Aceh Tengah dan Bener Meriah. "Kalau ada sedikit perbedaan mungkin dari sisi bahasanya. Misalanya loghat masyarakat Gayo Lut berbeda dengan Deret (Linge), Gayo Lokop Serba Jadi berbeda dengan Gayo Isak," ungkapnya.
Tradisi Melengkan secara umum dikenal dengan seni berpantun dalam bentuk pidato-pidato adat, akan tetapi bahasa yang digunakan adalah bahasa yang halus dari bahasa Gayo yang mengandung pesan moral dan nasehat agama.
"Tradisi ini bersifat religius yang berlandaskan ajaran Islam dengan tujuan untuk memberikan nasehat-nasehat dan pandangan terhadap calon pengantin baik pria maupun wanita untuk menghindari konflik dan selalu harmonis dalam menjalani rumah tangga," pungkas Zulkifli Zain. [Adv]
Via
MAA