MAA
Melengkan, Tradisi Berbalas Pantun Dalam Adat Perkawinan Masyarakat Gayo
Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Gayo Lues, Zulkifli Zain |
BLANGKEJEREN - Ada banyak bentuk adat yang berlaku di masyarakat Gayo yang sudah dipraktikkan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi lainnya, salah satunya adalah tradisi 'Melengkan' pada upacara adat perkawinan.
Melengkan yang berlaku dalam tradisi masyarakat Gayo hampir memiliki kesamaan dengan 'Semapa' yang berlaku di masyarakat Aceh pada umumnya, namun tata cara pelaksanaannya serta bahasa yang berbeda sesuai adat dan kearifan lokal masyarakat setempat.
Melengkan biasanya disampaikan oleh ahlinya dari kalangan penyair, tokoh adat, tokoh agama, reje (kepala desa), dan sarak opat (tuha peut). Tradisi Melengkan ini disampaikan oleh satu orang atau lebih dari kedua sisi yang saling mebalas kata-kata atau syair yang mengandung pesan nasehat kepada pengantin baru dan keluarganya.
Sederhananya, Melengkan bisa disebut adalah tradisi berbalas pantun yang mengandung pesan-pesan nasehat dengan menggunakan bahasa khas Gayo kepada pengantin baru yang akan segera membina rumah tangga.
Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Gayo Lues, Zulkifli Zain mengatakan, Melengkan merupakan adat bertutur kata yang bermuatan nasehat. Dikatakannya, tradisi Melengkan sudah ada sejak lama yang diyakini merupakan tradisi turun temurun dari Kerajaan Linge.
"Melengkan ini termasuk adat budaya Gayo yang sudah terintegral dengan masyarakat di seluruh pelosok Gayo Lues," kata Zulkifli Zain saat ditemui media ini di Blangkejeren, Rabu (16/11/2022).
Lebih lanjut dia mengakatan, Melengkan adalah salah satu budaya bertutur kata yang telah ada sejak dulu dalam kehidupan masyarakat Gayo, dimana tradisi bertutur atau lisan ini merupakan pondasi dasar bagi pengembangan bahasa khas Gayo.
Zulkifli menambahkan, tradisi Melengkan dalam masyarakat Gayo Lues sejatinya sama seperti yang berlaku di masyarakat Gayo di Aceh Tengah dan Bener Meriah. "Kalau ada sedikit perbedaan mungkin dari sisi bahasanya. Misalanya loghat masyarakat Gayo Lut berbeda dengan Deret (Linge), Gayo Lokop Serba Jadi berbeda dengan Gayo Isak," ungkapnya.
"Sama seperti mayarakat Aceh di pesisir misalnya loghat bahasa Aceh masyarakat Aceh Timur berbeda sedikit dengan Aceh Utara, loghat masyarakat Pidie juga berbeda sedikit dengan Aceh Besar. Namun substansi dari praktik adatnya sama. Kira-kira begitu," jelasnya.
Dijelaskannya lagi, tradisi Melengkan secara umum dikenal dengan seni berpantun dalam bentuk pidato-pidato adat, akan tetapi bahasa yang digunakan adalah bahasa yang halus dari bahasa Gayo yang mengandung pesan moral dan nasehat agama.
"Tradisi ini bersifat religius yang berlandaskan ajaran Islam dengan tujuan untuk memberikan nasehat-nasehat dan pandangan terhadap calon pengantin baik pria maupun wanita untuk menghindari konflik dan selalu harmonis dalam menjalani rumah tangga," ujar Zulkifli Zain.
Waktu pelaksanaan tradisi Melengkan ini dimulai pada saat acara munginte (melamar), dalam acara tersebut pihak keluarga dari laki-laki mendatangi pihak perempuan untuk melamar anak gadisnya. Dalam acara tersebut sebelum memasuki acara intinya maka dilakukanlah acara Melengkan. Para Melengkan memulai kata-katanya yang menggunakan bahasa khas Gayo, barulah mereka memasuki acara yang inti.
Dalam waktu pelaksanaan selanjutnya, tradisi melengkan dilakukan pada saat serah terime rempele, yaitu pada saat peyambutan rombongan dari pihak laki-laki di tempat pihak perempuan. Tradisi yang dilakukan pada waktu ini merupakan bagian dari sebuah tradisi melengkan yang paling utama, atau dengan kata lain inilah puncak dari pelaksanaan tradisi tersebut.
Dalam upacara perkawinan masyarakat Gayo, Melengkan menjadi unsur penting yang harus ada dalam penyerahan pengantin wanita kepada pihak pria atau sebaliknya. Disamping itu tradisi Melengkan juga diterapkan dalam acara melamar, acara khitanan atau sunat rasul.
"Intinya, Melengken ini termasuk salah satu tradisi yang melekat di masyarakat Gayo, khususnya masyarakat Gayo Lues, dan masih dilestarikan dengan baik sampai hari ini," ungkap Zulkifli Zain.
Bahkan dia menegaskan, pelestarian adat Melengken termasuk salah satu program di Majelis Adat Aceh (MAA) Kabaupaten Gayo Lues. "Melengkan ini termasuk salah satu program pelatihan dan pembinaan dari MAA setiap tahunnya," sebutnya
"Kita berharap setiap adat istiadat yang berlaku di masyarakat Gayo Lues yang merupakan warisan budaya dari leluhur ini bisa dilestarikan secara baik," demikian pungkas Ketua MAA Gayo Lues, Zulkifli Zain. [Adv]
Via
MAA