MAA
Rumah Adat Alas Aceh Tenggara dan Motif Mesikhat
Armen Desky (depan - tiga dari kanan) melakukan foto bersama dengan tim redaksi media ini dengan latar rumah Adat Alas di Kutacane, Jumat (18/11/2022). |
Kutacane – Setiap komunitas masyarakat adat memiliki rumah adat masing-masing, dimana model, corak, dan makna, memiliki filosofinya sendiri. Di Aceh, rumah adat satu daerah atau antara satu suku dan suku lainnya berbeda satu sama lain.
Misalnya rumah adat masyarakat Suku Alas di Aceh Tenggara, yang memiliki bentuk dan filosofinya berbeda dengan rumah adat suku Aceh pada umumnya. Aceh Tenggara sejatinya dihuni oleh beberapa suku, seperti Suku Alas, Gayo, Aceh, Singkil, Karo, Batak, dan Jawa.
Namun mayoritas penduduk Aceh Tenggara adalah suku Alas, sehingga di sini yang akan diulas adalah rumah adat Suku Alas. Aceh Tenggara yang beribukota Kutacane dikenal kental dengan nuansa adat serta kaya akan seni dan budaya, yang salah satunya adalah motif Mesikhat yang dapat dijumpai di rumah adat dan pakaian adat Suku Alas.
Ketua MAA Aceh Tenggara, Dr. H. Thalib Akbar, MSc saat ditemui awak media di Kutacane, menjelaskan, rumah adat Alas identik dengan motif Mesikhat. Mesikhat berasal dari bahasa suku Alas, yakni tesikhat.
"Teusikhat adalah mengaplikasikan motif hias yang ada dipikiran tanpa membuat sketsa serta mengaplikasikanya kepada benda atau objek. Hal ini sudah dikenal dalam masyarakat Alas sejak ratusan tahun silam," ujar Thaleb Akbar, Jumat (18/11/2022).
Dia mengungkapkan, Mesikhat awalnya diterapkan pada rumah adat namun dewasa ini Mesikhat mulai diterapkan pada pakaian adat, tas, dompet, dan souvenir khas Aceh Tenggara lainnya. Mesikhat yang terdapat pada rumah, dan pakaian adat Alas memiliki lima jenis warna yang terdiri dari warna merah, kuning, hijau, putih dan hitam.
"Warna-warna ini memiliki makna tersendiri, yaitu warna merah melambangkan keberanian, hijau melambangkan kesuburan, kuning melambangkan kejayaan atau kemegahan, putih melambangkan kesucian, dan hitam melambangkan kepemimpinan," jelas Thalib Akbar.
Di tempat terpisah, Armen Desky, salah satu tokoh Alas ketika dijumpai di Kutacane, mengungkapkan keprihatinnya karena rumah adat Alas mulai hilang seiring perkembangan zaman. Sebagai upaya untuk melestarikan rumah adat Alas, mantan Bupati Aceh Tenggara ini turut membangun langsung rumah adat Alas.
Rumah adat Alas yang dibangun Armen Desky persis berada disamping rumahnya. Dia mengatakan, inisiatif membangun rumah adat Alas itu sebagai ikhtiarnya melestarikan rumah adat Alas sehingga genarasi muda Alas kedepannya, atau masyarakat luar yang datang ke Kutacane bisa melihat langsung bentuk dan corak rumah adat Alas.
"Harus kita akui, rumah adat Alas saat ini mulai hilang seiring berkembangnya zaman. Untuk itu, saya sebagai masyarakat Alas merasa punya tanggung jawab melestarikan rumah adat Alas, sehingga berikhtiar membangun rumah adat Alas ini agar generasi muda Aceh Tenggara kedepan, khususnya warga luar yang datang ke Kutacane dapat melihat langsung bentuk dan model rumah adat Alas," ungkap Armen Desky.
Armen Desky pun berharap agar Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara kedepan dapat mengambil kebijakan dalam melestarikan adat-adat Alas, khususnya upaya melesatrikan rumah adat Alas. Pemerintah, menurutnya, tidak hanya bertanggungjawab dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, tapi juga bertanggungjawab dalam melestarikan nilai-nilai adat dan budaya.
"Rumah adat Alas sekarang sudah sulit kita jumpai, tentu saja ini karena perkembangan zaman yang semakin modern. Tapi sebagai masyarakat Alas, sebagai masyarakat Aceh Tenggara, tak ada salahnya kita berharap kepada Pemerintah agar dapat berupaya melestarikan rumah adat serta nilai-nilai adat dan budaya, sehingga generasa Alas kedepan bisa tetap mengenal tentang kearifan lokal peninggalan leluhurnya," pungkas Armen Desky. [Adv]
Via
MAA