News
Kritikan Tajam terhadap Kebijakan IUP Pertambangan di Aceh di Era Bustami Hamzah
BANDA ACEH- Kinerja Bustami Hamzah sebagai Penjabat Gubernur Aceh patut dipertanyakan, terutama terkait penerbitan sembilan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dalam waktu yang mencurigakan.
Perpanjangan IUP PT Mifa Bersaudara, yang diambil dalam kurun lima bulan, mencerminkan ketidakpedulian mendalam terhadap dampak lingkungan dan kesehatan masyarakat yang telah terabaikan selama lebih dari satu dekade.
Operasi PT Mifa Bersaudara di Kabupaten Aceh Barat telah membawa malapetaka bagi warga Gampong Peunaga Cut. Polusi debu batu bara dan penurunan pendapatan masyarakat telah menjadi keseharian mereka, sementara sekitar 500 kepala keluarga merasakan akibat bencana yang terus-menerus. Bukannya mencabut izin yang merusak, Bustami justru memperpanjang IUP tersebut, menunjukkan ketidakberpihakan yang mencolok terhadap nasib rakyat.
Perpanjangan izin yang dilakukan menjelang akhir masa jabatannya menimbulkan kecurigaan. Kenapa sebuah perusahaan yang jelas-jelas merusak lingkungan masih diberikan lampu hijau hingga 2035? Ini bukan sekadar keputusan administratif; ini adalah pengkhianatan terhadap warga Aceh yang terus berjuang melawan dampak negatif pertambangan.
Pansus Pertambangan DPRA telah menuntut audit lingkungan menyeluruh, melibatkan dinas lingkungan hidup dan kementerian terkait. Pemerintah Aceh seharusnya segera menghentikan aktivitas PT Mifa Bersaudara hingga hasil audit keluar. Tindakan ini bukan hanya mendesak, tetapi merupakan kewajiban moral untuk melindungi lingkungan dan kesehatan masyarakat Aceh.
Teks Foto: Pertemuan Bustami Hamzah Ketika Masih Menjabat Pj Gubernur Aceh bertemu Surya Paloh Ketum Partai Nasdem,??
Perpanjangan izin bagi PT Mifa Bersaudara bukan sekadar kebijakan cacat; ini mencerminkan ketidakmampuan dan ketidakberanian pemerintah dalam melindungi kepentingan rakyat. Aceh membutuhkan pemimpin yang berani mengambil tindakan tegas dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat, bukan sekadar menjadi alat bagi perusahaan-perusahaan yang merusak. Sudah saatnya Aceh menuntut kepemimpinan yang berpihak pada rakyat, bukan pada kepentingan korporasi yang merugikan.(Rel)
Via
News