Banyak Proyek di Bireuen Belum Selesai: Bukti Lemahnya Pengawasan dan Ancaman terhadap Akuntabilitas Publik
BIREUEN- Menjelang akhir tahun anggaran 2024, Pemerintah Kabupaten Bireuen tampaknya menghadapi persoalan serius dalam penyelesaian berbagai proyek pembangunan. Sejumlah proyek yang dikelola Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bireuen belum selesai dikerjakan, meskipun kontrak kerja semakin mendekati batas waktu. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang kualitas perencanaan, pengawasan, dan akuntabilitas di lingkungan Pemkab Bireuen.
Menurut ketentuan, setiap proyek wajib mencapai penyelesaian 100% sebelum dilakukan serah terima melalui Provisional Hand Over (PHO). Tanpa PHO, pembayaran kepada kontraktor, tidak dapat dilakukan. Namun, apakah Pemkab Bireuen akan tetap teguh menjalankan aturan ini, atau justru mengabaikannya demi melindungi kepentingan pihak tertentu?
Mekanisme Bank Guarantee (BG), yang kerap menjadi solusi sementara untuk proyek yang tidak rampung tepat waktu, kini terancam menjadi celah besar bagi praktik penyalahgunaan. Alih-alih digunakan sebagai alat mitigasi risiko, BG sering kali hanya menjadi tameng bagi kontraktor yang gagal memenuhi kewajiban mereka. bahwa banyak proyek yang belum rampung, tanpa sanksi tegas menunjukkan lemahnya pengawasan dari dinas terkait. Apakah Dinas PUPR Bireuen akan terus membiarkan pelanggaran ini tanpa tindakan tegas?
Tidak hanya itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen sebagai lembaga penegak hukum juga tidak boleh tinggal diam. Kejari memiliki tanggung jawab besar untuk mengawal jalannya pembangunan agar setiap rupiah dari anggaran negara digunakan secara optimal. Jika terdapat indikasi penyimpangan, Kejari harus segera mengambil langkah hukum yang tegas demi melindungi uang rakyat dari potensi korupsi.
Selain dua proyek tersebut, masih juga ada sejumlah Proyek lainnya yang belum rampung dikerjakan, seperti Proyek Saluran Jaringan Irigasi dan Pembangunan Insfratruktur lainnya di Lingkungan Pemkab Bireuen,
Proyek yang Belum Rampung dan Ancaman Deadline
Teks Foto: Kejari Bireuen bersama Jajarannya dan di dampingi Dinas PUPR saat melakukan Inspeksi ke lokasi Proyek.
Saat ini, dua proyek strategis di bawah kendali Dinas PUPR menjadi sorotan utama. Pada Senin, 16 Desember 2024, Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen, Munawal Hadi, S.H., M.H., didampingi Kasi Intelijen Wendy Yuhfrizal, S.H., bersama tim dari Dinas PUPR, melakukan inspeksi lapangan pada proyek pembangunan jembatan pengganti di Desa Leubok Iboih, Kecamatan Juli, dengan nilai kontrak Rp2,59 miliar, dan proyek pembangunan jembatan penghubung Lancok-Kuala senilai Rp1,45 miliar.
Kajari Munawal Hadi menegaskan bahwa kedua proyek ini harus rampung sebelum akhir tahun anggaran. Proyek di Kecamatan Juli ditargetkan selesai pada 28 Desember 2024, sedangkan jembatan di Kecamatan Kuala harus tuntas pada 30 Desember 2024. Jika kontraktor gagal memenuhi target ini, maka kontrak harus diputuskan, mengingat anggaran akan memasuki tahun baru.
Membangun dengan Integritas dan Kualitas
Kejari juga menekankan pentingnya menjaga kualitas hasil pekerjaan. Infrastruktur yang dibangun harus mampu memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, terutama dalam meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas di wilayah tersebut. Sebagai bentuk pengawasan kolektif, Kajari mengajak seluruh elemen masyarakat, LSM, pemerintah daerah, DPRK, serta instansi terkait untuk bersama-sama mengawasi dan mendukung keberlanjutan pembangunan di Bireuen.
Namun demikian, tanggung jawab utama tetap berada di pundak Pemkab Bireuen. Apakah Pemkab serius mengedepankan kepentingan masyarakat, atau hanya sibuk melindungi segelintir pihak? Jika pola seperti ini terus dibiarkan, publik berhak mempertanyakan, apakah pembangunan di Bireuen masih berjalan sesuai prinsip tata kelola yang baik, atau justru terjebak dalam lingkaran buruk korupsi dan ketidakadilan?
Dengan waktu yang tersisa hanya 13 hari sebelum akhir masa kontrak, Pemkab Bireuen harus memastikan seluruh proyek berjalan sesuai aturan. Mengingat akan memasuki anggaran tahun 2025, Kejari, masyarakat, dan seluruh pihak terkait wajib bersinergi untuk memastikan tidak ada ruang bagi penyimpangan. Jangan biarkan anggaran publik yang besar hanya menghasilkan proyek setengah jadi yang tidak bermanfaat bagi masyarakat.(MS)