Diduga Proyek Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Aceh Selatan Dikendalikan Oknum Berpengaruh Hingga Luput dari Pengawasan Hukum
TAPAKTUAN- Terdapat dugaan kuat bahwa pelaksanaan puluhan proyek pembangunan jalan dan jembatan yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Aceh Selatan dikendalikan oleh pihak-pihak berpengaruh yang kebal terhadap hukum. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan proyek yang justru bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi publik serta aturan dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi. Sayangnya, fenomena ini tampaknya luput dari pengawasan instansi terkait.
Indikasi ketidakpatuhan ini terlihat jelas dari sejumlah pelanggaran prosedural, seperti tidak dipasangnya papan informasi proyek di lokasi pekerjaan dan diabaikannya standar keselamatan kerja. Para pekerja sering kali tidak dibekali dengan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai, yang tidak hanya membahayakan keselamatan mereka tetapi juga membuka celah terjadinya penyimpangan penggunaan anggaran. Padahal, sebagaimana diketahui, pengadaan papan proyek dan APD sudah seharusnya dicantumkan dalam kontrak kerja.
Seorang tokoh masyarakat Aceh Selatan, yang enggan disebutkan namanya, menuturkan bahwa pengabaian ini mencerminkan lemahnya pengawasan dan kemungkinan adanya kolusi antara rekanan pelaksana proyek dengan oknum di Dinas PUPR. "Ketidakpatuhan terhadap standar pelaksanaan proyek, seperti tidak memasang papan informasi atau mengabaikan keselamatan pekerja, sangat rawan menjadi modus penyalahgunaan anggaran yang bersumber dari uang negara," ungkapnya.
Lebih lanjut, mutu dan kualitas pekerjaan pada proyek-proyek tersebut pun dipertanyakan, mengingat sejak awal pelaksanaan sudah melanggar sejumlah regulasi, termasuk Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan Nomor 70 Tahun 2012 yang mengatur transparansi dalam pengelolaan anggaran negara. Bahkan, pelanggaran terhadap Pasal 96 Undang-Undang Jasa Konstruksi yang mengatur standar keselamatan dan keberlanjutan konstruksi berpotensi menimbulkan sanksi administratif bagi penyedia maupun pengguna jasa.
Namun, hingga kini, pelanggaran-pelanggaran tersebut terkesan diabaikan oleh pihak Dinas PUPR Aceh Selatan. Bahkan, sejumlah proyek yang dikerjakan secara asal-asalan lolos dari pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Aparat Penegak Hukum (APH). Hal ini semakin menguatkan praduga masyarakat bahwa proyek-proyek di bawah naungan Dinas PUPR tersebut dikendalikan oleh kelompok tertentu yang tidak tersentuh hukum.
Desakan Audit dan Penegakan Hukum
Masyarakat mendesak BPK RI Perwakilan Aceh dan APH untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap pelaksanaan proyek-proyek ini, terutama untuk tahun anggaran 2022 hingga 2024. Jika ditemukan indikasi penyimpangan, maka tindakan tegas harus segera dilakukan agar tidak menimbulkan kesan bahwa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Selain itu, masyarakat juga meminta Pj Bupati Aceh Selatan untuk mengevaluasi kinerja Dinas PUPR agar ke depannya pengelolaan proyek lebih transparan dan memprioritaskan keselamatan pekerja. "Pemerintah harus memastikan bahwa setiap proyek yang dibiayai oleh negara tidak hanya memenuhi aspek teknis, tetapi juga kepatuhan terhadap hukum," tegas sumber tersebut.
Respons Dinas PUPR Aceh Selatan
Saat dimintai konfirmasi terkait persoalan ini, Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Aceh Selatan, Gamal Halim, ST, MT, justru memberikan tanggapan yang terkesan menghindar. Melalui pesan WhatsApp, ia menyatakan bahwa wartawan harus memiliki sertifikat uji kompetensi sebelum dapat mengajukan konfirmasi. Pernyataan ini dinilai sebagai upaya melemahkan peran pers sebagai pengawas publik.
Langkah tegas dan komitmen nyata dari semua pihak terkait sangat diperlukan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan anggaran negara dan pelaksanaan proyek-proyek publik. Keterbukaan, akuntabilitas, dan penegakan hukum yang tidak tebang pilih menjadi solusi utama dalam mencegah praktik-praktik yang merugikan masyarakat dan negara.(Tim)