Sidang Dakwaan dan Pemeriksaan Saksi Kasus Dugaan Politik Uang
BIREUEN- Pengadilan Negeri Bireuen kembali menggelar persidangan terkait kasus dugaan tindak pidana politik uang yang melibatkan terdakwa berinisial S. Pada sidang yang berlangsung Senin, 30 Desember 2024, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Bireuen membacakan surat dakwaan terhadap terdakwa.
Dalam dakwaan tersebut, terdakwa S diduga melanggar Pasal 187A ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015. Undang-undang ini mengatur sanksi tegas bagi pelaku politik uang dalam rangka Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Jaksa menyampaikan bahwa pada insiden di Desa Alue Dua, Kecamatan Makmur, Kabupaten Bireuen, terdakwa S mendatangi rumah saksi SM menggunakan sepeda motor. Di sana, terdakwa diduga memberikan uang senilai Rp.200.000 (pecahan Rp.50.000 sebanyak empat lembar) kepada saksi SM dengan instruksi verbal, "Ini, kamu pilih Calon Bupati Bireuen nomor tiga."
Aksi serupa kembali dilakukan terdakwa di rumah saksi TA, di mana ia diduga menyerahkan uang senilai Rp.100.000 (pecahan Rp.50.000 sebanyak dua lembar) dengan pernyataan serupa untuk memilih pasangan calon Bupati Bireuen nomor tiga. Langkah ini dinilai sebagai upaya terang-terangan untuk memengaruhi hak pilih masyarakat.
Dalam persidangan, beberapa saksi diperiksa, termasuk saksi SM dan TA sebagai penerima uang, saksi D dari Panwaslih, serta empat saksi lainnya yang menyaksikan langsung tindakan terdakwa.
Refleksi dan Kritik?
Kasus ini mencerminkan betapa lemahnya pengawasan dan efektivitas regulasi dalam menjaga integritas Pilkada di tingkat lokal. Fenomena politik uang, yang seharusnya menjadi musuh bersama dalam demokrasi, justru masih terus terjadi dengan modus operandi yang sederhana namun berbahaya. Fakta bahwa terdakwa secara terbuka memberikan uang dengan maksud memengaruhi pilihan politik menunjukkan keberanian pelaku dalam melanggar hukum, diduga karena merasa memiliki jaminan impunitas.
Persoalan ini menjadi tamparan keras bagi penyelenggara pemilu, termasuk Panwaslih, yang seharusnya lebih proaktif dalam pencegahan. Kasus ini juga menuntut komitmen penegak hukum untuk memberikan efek jera yang nyata, bukan sekadar formalitas hukum semata.
Sidang akan dilanjutkan pada Selasa, 31 Desember 2024, dengan agenda pembacaan tuntutan oleh JPU. Publik berharap persidangan ini dapat menghadirkan keadilan sekaligus menjadi momentum untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam proses demokrasi.(Rel)