Timses Paslon 01 Kembali Beraksi, Tuduhan Manipulasi Pilkada Dibayangi Kontroversi
BIREUEN- Kekalahan telak pasangan calon (paslon) 01 dalam Pilkada Bireuen tampaknya masih sulit diterima oleh sejumlah tim sukses (timses) mereka. Pada Selasa (24/12),
kelompok yang mengatasnamakan diri Gerakan Aliansi Masyarakat Bireuen (GAMB) kembali turun ke jalan, menggeruduk Gedung DPRK Bireuen dengan tuntutan yang dianggap sarat kontroversi: pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Kecurangan Pilkada.
Aksi yang diduga melibatkan massa bayaran ini menimbulkan tanda tanya besar tentang legitimasi dan motivasi gerakan tersebut. Berdasarkan laporan, setiap peserta aksi disebut mendapat bayaran antara Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per orang, tergantung jarak tempat tinggal mereka. Manuver ini dinilai sebagai langkah putus asa dari kubu 01 yang gagal menerima hasil pemungutan suara demokratis 27 November lalu.
Sumber Media ini Mengutip dari M. Reza (Epong Reza) Wartawan Media Lintas Nasional. Liputan Kabupaten Bireuen. Selasa 24 Desember 2024.
Hasil resmi menunjukkan paslon 03, H. Mukhlis ST-Ir. H. Razuardi MT, meraih kemenangan dengan 122.898 suara, unggul jauh dari paslon 01 yang hanya mengumpulkan 71.296 suara. Sementara itu, paslon 02 tertinggal di urutan terakhir dengan 26.919 suara. Alih-alih mengakui kekalahan secara sportif, beberapa pendukung 01 justru memilih jalan konfrontasi, memperkeruh suasana dengan aksi demonstrasi berulang yang diduga tidak sepenuhnya murni.
Di balik aksi ini, sejumlah tokoh timses 01 menjadi sorotan, termasuk Iskandar alias Tu Ih (Ketua Keamanan dan Satgas 01) serta M. Fadhil alias Fadil Juang (anggota Bidang Logistik dan APK). Mereka dianggap sebagai motor penggerak dalam menyebarkan isu yang belum terbukti kebenarannya untuk membentuk opini publik yang negatif terhadap hasil Pilkada. Bahkan, dalam orasi yang emosional, Tu Ih menebar ancaman dramatis dengan retorika siap "berdarah-darah" demi membela masyarakat Bireuen.
"Kami tidak main-main. Jika ada kecurangan, kami siap berjuang, bahkan mati untuk membela masyarakat Kabupaten Bireuen. Saya tidak takut, lebih baik mati daripada membiarkan ketidakadilan," ujar Tu Ih dengan nada tinggi dalam orasi aksi itu.
Namun, aksi yang diikuti sekitar ratusan orang ini tidak sepenuhnya mendapat dukungan publik. Banyak pihak menilai gerakan ini sekadar bentuk pelampiasan kekecewaan, tanpa landasan fakta yang kuat. Upaya mereka untuk memengaruhi DPRK agar membentuk Pansus Pilkada dipandang sebagai langkah politis yang lebih bersifat agitasi daripada mencari solusi.
Sekitar pukul 10.30 WIB, massa memadati halaman Gedung DPRK Bireuen. Ruang Rapat Paripurna turut dikuasai, Setelah hampir satu jam berorasi di bawah terik matahari, hanya 25 orang perwakilan demonstran yang diterima untuk beraudiensi dengan anggota DPRK di lantai tiga gedung tersebut. Namun, diskusi yang berlangsung hingga pukul 13.00 WIB berakhir tanpa hasil konkret. Para pendemo akhirnya membubarkan diri.
Aksi ini, meski dibungkus dengan jargon demokrasi, sejatinya mencerminkan ketidakmampuan kubu 01 untuk menerima kekalahan secara elegan. Tindakan mobilisasi massa dengan motif yang diragukan justru menimbulkan kerugian bagi citra demokrasi itu sendiri.
Alih-alih mendorong perbaikan sistem, mereka lebih memilih jalan provokatif yang memperburuk situasi. Bukannya menyikapi kekalahan dengan introspeksi, aksi-aksi seperti ini hanya menggerus kepercayaan publik terhadap proses demokrasi yang seharusnya dihormati.(Rel)