Jaksa Terima Ratu Narkoba Asal Bireuen

BIREUEN- Penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan narkotika kembali menunjukkan wajah suramnya. Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, didampingi Tim Jaksa Peneliti dari Kejaksaan Agung RI, pada Rabu (22 Januari 2025), menerima tersangka kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait narkoba dari Penyidik Badan Narkotika Nasional (BNN).

Tersangka berinisial H, seorang residivis kelas kakap yang sebelumnya divonis mati dalam kasus narkoba, kini kembali menyeret dirinya ke pusaran kejahatan yang sama. Tersangka, warga Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen, diduga terlibat dalam pengembangan kasus narkoba jenis sabu, yang sebelumnya menyeretnya ke penjara dengan tuntutan hukuman mati.

Fakta ini memunculkan pertanyaan besar: seberapa efektif sistem hukum kita dalam memutus rantai kejahatan narkotika? Vonis mati yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Medan pada 8 Mei 2024 tampaknya tidak mampu memberikan efek jera bagi H maupun jaringannya. Hal ini menjadi cerminan nyata bahwa ancaman hukuman berat sekalipun masih kalah oleh lemahnya pengawasan dan korupsi yang terus menghantui pemberantasan narkoba di Indonesia.

Tersangka H, yang disebut berperan sebagai perekrut kurir dalam jaringan narkoba Malaysia-Aceh-Medan, sebelumnya terbukti mengatur pengiriman sabu seberat 52,5 kilogram dan 323.822 butir pil ekstasi ke Medan. Meski sempat diamankan petugas BNN pada Agustus 2023 setelah penangkapan tiga pelaku lainnya, siklus kejahatan yang melibatkan dirinya terus berlanjut.

Apa yang sebenarnya terjadi di balik layar? Ketidakberdayaan aparat penegak hukum dalam memberantas jaringan narkoba ini semakin mencoreng wajah pemberantasan narkotika di Indonesia. Penyerahan H dan barang bukti kepada Kejari Bireuen seakan menjadi formalitas belaka tanpa adanya jaminan bahwa perkara ini akan benar-benar memutus jejaring ratu narkoba tersebut.
Teks Foto: Barang Bukti.

Hukuman mati, yang dianggap sebagai langkah pamungkas dalam menekan kejahatan narkotika, nyatanya tak mampu memberikan hasil nyata. Ketergantungan sistem hukum kita pada pendekatan represif, tanpa disertai strategi pemberantasan terorganisir, menunjukkan kegagalan dalam memahami akar masalah peredaran narkoba.

Kini, tersangka H ditahan di Lapas Kelas II/B Bireuen sambil menunggu proses persidangan. Namun, pertanyaan yang lebih besar tetap menggantung: apakah ini hanya menjadi episode lain dari sinetron panjang kegagalan penegakan hukum terhadap ratu narkoba, atau akan menjadi langkah awal untuk membongkar akar dari jaringan gelap yang merusak bangsa ini?

Generasi muda terus menjadi korban, sementara para pelaku kelas kakap seperti H berulang kali lolos dari jerat yang benar-benar memutus gerakannya. Sampai kapan negeri ini akan terus kalah dalam perang melawan kejahatan narkotika?.(Rel)
Postingan Lama Tak ada hasil yang ditemukan
Postingan Lebih Baru