SAPA Gugat Transparansi KIP Aceh, Tuntut Rincian Penggunaan Anggaran Pilkada
ACEH- Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh tengah disorot tajam setelah Serikat Aksi Peduli Aceh (SAPA) secara resmi melayangkan surat permintaan laporan rinci terkait penggunaan anggaran Pilkada 2024. SAPA menilai, lembaga tersebut belum menunjukkan itikad baik dalam membuka informasi yang seharusnya menjadi hak publik.
Langkah SAPA ini bukan tanpa alasan. Sebagai penyelenggara Pilkada yang menggunakan dana rakyat, KIP Aceh dinilai abai terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas. Kepala Divisi Humas SAPA, Rifqi Maulana, SH, dengan tegas menyatakan bahwa masyarakat Aceh berhak mengetahui ke mana aliran dana Pilkada 2024 dialokasikan dan bagaimana penggunaannya direalisasikan.
"Ini adalah uang rakyat! Tidak ada alasan bagi KIP Aceh untuk bersembunyi di balik birokrasi. Setiap rupiah harus dipertanggungjawabkan, terutama karena berbagai insiden seperti pembatalan debat terakhir yang justru memunculkan kecurigaan terhadap pengelolaan anggaran," sindir Rifqi, Kamis, 9 Januari 2025.
Dalam surat yang dilayangkan, SAPA menuntut tiga hal utama dari KIP Aceh:
1. Rincian alokasi anggaran Pilkada 2024.
2. Realisasi penggunaan anggaran secara detail.
3. Dokumen pendukung laporan keuangan, termasuk laporan pertanggungjawaban.
Kecurigaan di Balik Pembatalan Debat
SAPA secara khusus menyoroti pembatalan debat terakhir yang sebelumnya telah menyedot anggaran besar. Rifqi mempertanyakan, apakah uang yang dikucurkan untuk pelaksanaan debat selama ini sepadan dengan manfaatnya bagi masyarakat.
"Debat batal, tapi anggaran tetap habis. Ada apa di balik ini semua? Kami ingin tahu berapa dana yang dihabiskan untuk setiap sesi debat, termasuk debat terakhir yang gagal dilaksanakan. Jangan sampai publik hanya menjadi korban sandiwara birokrasi tanpa hasil nyata," tegas Rifqi.
Dasar Hukum Jelas, KIP Tak Bisa Mengelak.
Permintaan SAPA ini mengacu pada sejumlah aturan hukum yang menegas kan kewajiban lembaga publik untuk transparan. Pasal 28F UUD 1945 dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memberikan landasan kuat bagi masyarakat untuk mendapat kan informasi. Lebih jauh lagi, UU No.15 Tahun 2004 menegaskan bahwa transparansi dan akuntabilitas adalah harga mati dalam pengelolaan keuangan negara.
SAPA memberi tenggat waktu 14 hari kerja bagi KIP Aceh untuk memenuhi tuntutan ini. Laporan yang diminta harus disampaikan secara terbuka, baik dalam bentuk digital maupun fisik, agar dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
Kehilangan Kepercayaan Publik Rifqi juga mengingatkan bahwa kegagalan KIP Aceh dalam memenuhi tuntutan transparansi ini hanya akan semakin meruntuhkan kepercayaan masyarakat.
"Jika KIP Aceh terus bermain aman dengan menutup-nutupi informasi, jangan salahkan publik jika kepercayaan terhadap institusi ini hancur. Transparansi adalah syarat mutlak untuk membangun demokrasi yang sehat. Jika anggaran saja dikelola dengan cara yang mencurigakan, bagaimana kita bisa percaya pada netralitas lembaga ini?" tukasnya tajam.
SAPA berharap langkah ini menjadi momentum perbaikan besar bagi penyelenggaraan Pilkada di Aceh. "Kami tidak akan berhenti di sini. Jika KIP Aceh tetap bungkam, kami akan melanjutkan langkah hukum dan advokasi. Ini bukan sekadar soal uang, ini soal integritas demokrasi," pungkas Rifqi dengan nada keras.(Rel)