Tim Penyidik Geledah Kantor Camat Peusangan: Akankah PLD dan PD Diseret ke Kasus Bimtek?

BIREUEN- Penggeledahan yang dilakukan tim penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Bireuen di Kantor Camat Kecamatan Peusangan, membuka babak baru dalam pengusutan dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan studi banding desa. Senin (6 Januari 2025),

Penggeledahan ini semakin menguatkan kecurigaan publik terhadap transparansi pengelolaan dana desa senilai Rp1,121 miliar yang digunakan untuk kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) dan studi banding ke Jawa Timur dan Bali pada tahun 2024.

63 Desa, Anggaran Fantastis, dan Potensi Penyimpangan Sebanyak 63 desa di Kecamatan Peusangan masing-masing mengalokasikan anggaran Rp17,8 juta untuk membiayai kegiatan studi banding tersebut, dengan total dana mencapai lebih dari Rp1,1 miliar. Ironisnya, dana yang seharusnya digunakan untuk penguatan kapasitas desa ini justru diduga menjadi bancakan oknum-oknum tertentu yang berkolaborasi dalam skema korupsi berjamaah.

Peran BKAD Dipertanyakan, PD dan PLD diduga ikut Terlibat?

Kegiatan studi banding yang difasilitasi oleh Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) Peusangan Raya ini kini menjadi sorotan tajam. Fakta bahwa Pendamping Desa (PD) dan Pendamping Lokal Desa (PLD) turut menikmati anggaran tersebut semakin memunculkan pertanyaan: Apakah mereka hanya sebagai pelaksana ataukah turut serta dalam pola penyimpangan ini? Publik berhak mengetahui, mengingat dana ini berasal dari anggaran desa yang semestinya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi.

Dokumen Temuan Jaksa: Awal Terbongkarnya Skandal?

Dalam penggeledahan tersebut, penyidik berhasil menyita sejumlah dokumen yang diyakini terkait dengan dugaan korupsi. Namun, masyarakat menunggu lebih dari sekadar temuan dokumen. Apakah dokumen ini cukup untuk menyeret pihak-pihak yang bertanggung jawab, termasuk aparatur pemerintah, PD, dan PLD, ke meja hijau?

Kritik Keras terhadap Pengelolaan Dana Desa.

Kasus ini menjadi refleksi buruknya pengelolaan dana desa yang sering kali digunakan untuk kegiatan seremonial yang minim manfaat nyata bagi masyarakat. Apakah studi banding ke Desa Ketapanrame, Wonorejo, dan Panglipuran benar-benar memberikan dampak signifikan bagi pembangunan desa di Bireuen? Ataukah ini hanya modus untuk menghabiskan anggaran tanpa akuntabilitas?

Tuntutan Publik: Proses Hukum Tanpa Pandang Bulu

Kini, semua mata tertuju pada Kejari Bireuen untuk mengungkap dalang di balik dugaan korupsi ini. Jika terbukti ada keterlibatan PD dan PLD, maka mereka harus dimintai pertanggung jawaban. Tidak cukup hanya menyeret aktor di BKAD, proses hukum harus menjangkau semua pihak yang menikmati dana hasil penyimpangan ini. Korupsi di level desa adalah pengkhianatan terbesar terhadap rakyat kecil.

Apakah kasus ini akan menjadi preseden bagi penegakan hukum di Bireuen, ataukah kembali menjadi sekadar drama tanpa akhir yang jelas? Hanya waktu yang akan menjawab.(Rel)
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru