Adv
HL
Inforial
Kominfo Lsm
Lhokseumawe
Blusukan Subuh Sang Wali Kota: Sayuti Abubakar Tunjukkan Gaya Kepemimpinan yang Merakyat
LHOKSEUMAWE - Kala langit masih gelap dan embun pagi masih setia menyelimuti bumi, sosok bersarung dan berkopiah menyusuri gang-gang kecil di Gampong Kuta Blang, Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe. Rabu (9/4/2025) itu, selepas menunaikan sholat Subuh, Wali Kota Lhokseumawe, Dr. Sayuti Abubakar, S.H., M.H., memilih turun langsung ke tengah masyarakat—meninjau kondisi lingkungan yang menjadi denyut nadi keseharian warga.
Dengan didampingi Camat Banda Sakti, Yuswardi, SKM, M.S.M., Sayuti Abubakar memulai aktivitas blusukannya saat banyak warga masih bersiap menyambut pagi. Gaya kepemimpinan ini mencerminkan karakter kuat seorang pemimpin yang tidak hanya mengatur dari balik meja, tetapi hadir langsung di tengah realitas.
"Pemimpin itu harus tahu apa yang benar-benar dirasakan masyarakat. Kalau hanya duduk di kantor, kita takkan tahu bau sampah atau lubang jalan," ujar Sayuti di tengah peninjauan.
Pagi itu, matanya menyorot tumpukan sampah di selokan dan depan pertokoan. Plastik, sisa makanan, dan limbah rumah tangga menumpuk tak terurus. Situasi ini membuatnya mengambil sikap tegas: semua sampah harus sudah diangkut sebelum pukul 07.00 WIB.
Namun lebih dari sekadar instruksi, Sayuti juga menyampaikan ajakan—bahwa pengelolaan lingkungan bukan hanya tugas petugas, melainkan tanggung jawab kolektif. Ia mengajak warga untuk aktif menjaga kebersihan, memilah sampah dari rumah, dan menumbuhkan budaya gotong royong dalam merawat lingkungan.
"Kita bisa punya kota yang bersih kalau semua terlibat. Pemerintah hadir, tapi masyarakat juga harus bergerak," ujarnya.
Gaya blusukan pagi ini menjadi ruang dialog tanpa batas antara pemimpin dan rakyat. Beberapa warga terlihat spontan bergabung, menyampaikan keluhan seputar saluran drainase dan kondisi jalan. Sayuti mendengar dengan sabar, mencatat, dan langsung memberikan arahan awal kepada jajarannya.
Saat meninjau jalan berlubang di sejumlah titik, ia menegaskan perlunya perbaikan cepat demi keselamatan pengguna jalan. "Ini bukan soal estetika semata. Jalan rusak bisa mencelakakan warga. Saya minta ini jadi prioritas," tegasnya.
Kehadiran langsung seorang wali kota di pagi buta bukan hanya soal teknis peninjauan. Ada pesan moral yang disampaikan: bahwa pemimpin sejati tidak menjaga jarak dari rakyatnya. Ia menyatu, berjalan bersama, dan memulai hari di titik yang sama dengan warganya.
Warga Gampong Kuta Blang pun menyambut dengan antusias. Muzakkir Walad, S.Pd.I , seorang tokoh masyarakat setempat yang juga imam meunasah, mengaku terharu dengan kehadiran langsung Wali Kota selepas subuh.
"Sudah lama kami tak melihat pemimpin yang turun langsung sepagi ini, apalagi melihat selokan dan jalan. Ini bukan hanya soal kebersihan, tapi soal kepedulian. Kami merasa didengar," ujarnya.
Hal senada disampaikan Maryana (47), warga yang pagi itu tengah menyapu halaman rumah. "Biasanya kami cuma dengar kabar dari media, tapi hari ini Pak Wali datang sendiri. Kami jadi semangat membersihkan lingkungan. Harapannya kegiatan seperti ini sering dilakukan," ucapnya dengan wajah sumringah.
Blusukan subuh Sayuti Abubakar bukan sekadar simbol. Ia adalah bentuk nyata dari kepemimpinan yang hidup bersama rakyat—yang menghidupkan semangat gotong royong, membangun kesadaran kolektif, dan menyalakan harapan akan Lhokseumawe yang lebih baik: bersih, nyaman, dan berdaya. [Adv]
Dengan didampingi Camat Banda Sakti, Yuswardi, SKM, M.S.M., Sayuti Abubakar memulai aktivitas blusukannya saat banyak warga masih bersiap menyambut pagi. Gaya kepemimpinan ini mencerminkan karakter kuat seorang pemimpin yang tidak hanya mengatur dari balik meja, tetapi hadir langsung di tengah realitas.
"Pemimpin itu harus tahu apa yang benar-benar dirasakan masyarakat. Kalau hanya duduk di kantor, kita takkan tahu bau sampah atau lubang jalan," ujar Sayuti di tengah peninjauan.
Pagi itu, matanya menyorot tumpukan sampah di selokan dan depan pertokoan. Plastik, sisa makanan, dan limbah rumah tangga menumpuk tak terurus. Situasi ini membuatnya mengambil sikap tegas: semua sampah harus sudah diangkut sebelum pukul 07.00 WIB.
Namun lebih dari sekadar instruksi, Sayuti juga menyampaikan ajakan—bahwa pengelolaan lingkungan bukan hanya tugas petugas, melainkan tanggung jawab kolektif. Ia mengajak warga untuk aktif menjaga kebersihan, memilah sampah dari rumah, dan menumbuhkan budaya gotong royong dalam merawat lingkungan.
"Kita bisa punya kota yang bersih kalau semua terlibat. Pemerintah hadir, tapi masyarakat juga harus bergerak," ujarnya.
Gaya blusukan pagi ini menjadi ruang dialog tanpa batas antara pemimpin dan rakyat. Beberapa warga terlihat spontan bergabung, menyampaikan keluhan seputar saluran drainase dan kondisi jalan. Sayuti mendengar dengan sabar, mencatat, dan langsung memberikan arahan awal kepada jajarannya.
Saat meninjau jalan berlubang di sejumlah titik, ia menegaskan perlunya perbaikan cepat demi keselamatan pengguna jalan. "Ini bukan soal estetika semata. Jalan rusak bisa mencelakakan warga. Saya minta ini jadi prioritas," tegasnya.
Kehadiran langsung seorang wali kota di pagi buta bukan hanya soal teknis peninjauan. Ada pesan moral yang disampaikan: bahwa pemimpin sejati tidak menjaga jarak dari rakyatnya. Ia menyatu, berjalan bersama, dan memulai hari di titik yang sama dengan warganya.
Warga Gampong Kuta Blang pun menyambut dengan antusias. Muzakkir Walad, S.Pd.I , seorang tokoh masyarakat setempat yang juga imam meunasah, mengaku terharu dengan kehadiran langsung Wali Kota selepas subuh.
"Sudah lama kami tak melihat pemimpin yang turun langsung sepagi ini, apalagi melihat selokan dan jalan. Ini bukan hanya soal kebersihan, tapi soal kepedulian. Kami merasa didengar," ujarnya.
Hal senada disampaikan Maryana (47), warga yang pagi itu tengah menyapu halaman rumah. "Biasanya kami cuma dengar kabar dari media, tapi hari ini Pak Wali datang sendiri. Kami jadi semangat membersihkan lingkungan. Harapannya kegiatan seperti ini sering dilakukan," ucapnya dengan wajah sumringah.
Blusukan subuh Sayuti Abubakar bukan sekadar simbol. Ia adalah bentuk nyata dari kepemimpinan yang hidup bersama rakyat—yang menghidupkan semangat gotong royong, membangun kesadaran kolektif, dan menyalakan harapan akan Lhokseumawe yang lebih baik: bersih, nyaman, dan berdaya. [Adv]
Via
Adv