Pemerintah Aceh Diminta Tak Gegabah Menggugat UUPA ke Mahkamah Konstitusi

BIREUEN- Instruksi Pemerintah Aceh Nomor 400.10/4007 tertanggal 22 April 2025-ditandatangani Pelaksana Tugas Sekda Aceh dan memerintahkan seluruh bupati/Wali kota menangguhkan tahapan pemilihan keuchik (pilchiksung) di gampông‑ gampông yang masa jabatan keuchiknya berakhir Februari 2024 hingga Desember 2025. Penundaan ini dimaksudkan untuk menanti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Pasal 115 ayat (3) Undang‑ Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006.

Pengacara senior Ishak, S.H., menilai langkah eksekutif tersebut "terlalu tergesa‑gesa" dan berpotensi menggerus kekhususan Aceh dalam tata kelola pemerintahan desa.

"DPRA telah membentuk tim revisi UUPA. Pasal‑pasal sensitif, termasuk hak mantan narapidana mencalonkan diri, pernah diuji di MK dan sebagian besar dikabulkan tanpa dukungan pemerintah daerah kala itu. Kini justru eksekutif yang memelopori uji materi yang bisa melemahkan lex specialis Aceh," tandas Ishak, Rabu (23 April 2025).

Menurutnya, Pemerintah Aceh seharusnya konsisten mempertahankan masa jabatan keuchik enam tahun sebagaimana diatur UUPA, alih‑alih tunduk pada logika Undang‑Undang Desa yang menetapkan delapan tahun secara nasional.

Ishak menegaskan, apabila MK menolak permohonan tersebut, Pemerintah Aceh harus siap menanggung konsekuensi politik maupun administratif akibat penundaan pilchiksung.

"Persoalan ini bukan sekadar perpanjangan masa jabatan; ia menyangkut kedaulatan norma hukum lokal. Jangan menjadikan MK arena 'tes ombak'. Pertahankan dulu, revisi kemudian-bukan sebaliknya," pungkasnya.

Dengan kritik bernas itu, Ishak mendesak Pemerintah Aceh untuk bersikap lebih arif: melindungi kekhususan Aceh, bukan justru mereduksinya lewat langkah hukum yang terburu‑buru.(MS)
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru