Terkait Jual Beli Rumah Bantuan Pemerintah di Bireuen, APH Diminta Tangkap Aktor Utama
BIREUEN- Seruan Tegas untuk Menindak Dugaan "Transaksi" Rumah Bantuan Pemerintah Aceh, hal itu diserukan oleh Mantan Keuchik sekaligus tokoh eks‑kombatan GAM, M. Jafar, mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) segera menuntaskan dugaan jual‑beli rumah bantuan Pemerintah Aceh di Kabupaten Bireuen. Saat dihubungi Kamis, 24 April 2025, Jafar menilai praktik tersebut "bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan kejahatan kemanusiaan karena memanipulasi hak kaum dhuafa."
"Informasi yang di himpun, indikasi jual‑beli itu muncul di hampir 17 kecamatan. Persoalan ini tidak boleh dibiarkan berlarut‑larut," tegasnya.
Pola Dugaan Penyimpangan
1. Pemalsuan Data Penerima
Warga miskin diminta menyerahkan KTP, KK, dan foto rumah gubuk mereka. Ketika bantuan turun, unit rumah dialihkan kepada pihak orang lain, bahkan kepada keluarga berkecukupan.
2. Bantuan Tidak Dihuni & Unit Terbengkalai,
Sejumlah rumah yang dibangun tiga tahun terakhir dibiarkan kosong, mengindikasikan adanya spekulasi atau transaksi tersembunyi.
3. Keterlibatan Pokok Pikiran DPR Aceh (Pokir)
Jafar menyinggung proyek‑proyek berbasis pokir DPR Aceh periode 2022‑2024 yang "belum tersentuh proses hukum, meski laporan penyimpangan kian menguat."
Tuntutan Konkret
Kapolres Bireuen yang baru, AKBP Tuschad Cipta Herdani, S.I.K., M.Med.Kom, diminta memprioritaskan pengusutan kasus ini dan segera tangkap aktor utama.
Audit menyeluruh atas seluruh skema bantuan rumah di Bireuen, termasuk verifikasi silang data penerima dengan kondisi ekonomi riil.
Penegakan pasal tindak pidana korupsi dan perlindungan sosial guna memastikan efek jera.
"Ironis, alokasi rumah bantuan kian besar, tetapi warga miskin tetap meringkuk di gubuk reyot. Jika APH berhasil mengungkap jaringan jual‑beli rumah bantuan pemerintah Aceh di Bireuen ini, itu akan menjadi kado terindah bagi rakyat yang selama ini terpinggirkan," pungkas Jafar.
Dengan latar‐belakang kemiskinan ekstrem yang masih membayangi Bireuen, penuntasan kasus ini menjadi lakmus keseriusan pemerintah dan penegak hukum dalam melindungi hak paling dasar warga: tempat tinggal yang layak.(Red)