Tokoh Masyarakat dan Apdesi Gandapura Desak Pemkab Bireuen Hentikan Pungutan Retribusi di Tanah Wakaf

BIREUEN- Praktik pungutan retribusi terhadap pedagang di atas tanah wakaf di Keude Gandapura, Bireuen, memicu kegaduhan. Tokoh masyarakat dan Ketua Apdesi Kecamatan Gandapura dengan tegas meminta Pemerintah Kabupaten Bireuen dan dinas terkait segera turun tangan untuk menertibkan oknum yang dinilai semena-mena memungut biaya di area yang seharusnya bebas dari retribusi.

Seorang pedagang yang enggan disebut namanya mengungkapkan kepada media ini pada Kamis (10/4/2025), bahwa selama bertahun-tahun berdagang di kawasan itu, baru kali ini mereka dipungut retribusi oleh pihak yang mengaku ditunjuk oleh pemerintah.

"Ini jelas tanah wakaf masjid. Kami sudah ingatkan, tapi mereka berdalih akan minta izin ke pengurus masjid. Ini bukan soal minta izin, tapi soal ketidaktahuan atau pembiaran yang disengaja," ujar pedagang tersebut geram.

Ia juga menegaskan bahwa para pedagang tidak pernah mempersoalkan siapapun yang ditunjuk pemerintah untuk mengelola pasar. Namun, ketika tanah wakaf mulai diperlakukan seperti aset pasar untuk ditarik retribusinya, hal itu sudah melewati batas.

Pernyataan senada datang dari Tokoh Masyarakat Gandapura, Mahdi M. Saleh alias Pang Cobra. Ia menyayangkan ketidaktegasan Dinas terkait yang membiarkan kebingungan di lapangan terjadi tanpa arahan jelas.

"Kenapa tidak dari awal diberikan pemahaman kepada petugas pemungut, mana area pasar yang sah untuk ditarik retribusi, dan mana tanah wakaf yang tidak boleh disentuh? Jangan sampai rakyat jadi korban kelalaian birokrasi," kecamnya.
Ketua Apdesi Kecamatan Gandapura, Mauliadi juga angkat suara. Ia menyatakan mendukung langkah Pemkab Bireuen dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun menekankan bahwa penarikan retribusi harus sesuai aturan.

"Selama ini tak ada pedagang yang ribut soal retribusi, asalkan jelas dasar hukumnya. Tapi tanah wakaf mesjid tak pernah dipungut sejak dulu. Kalau ini dibiarkan, kepercayaan publik terhadap Pemkab bisa runtuh," ujar Mauliadi.

Sementara itu, Salman, ST, pihak pelaksana lapangan yang ditunjuk berdasarkan kontrak dengan Disperindagkop & UKM Bireuen, mengakui adanya kesalahpahaman antara petugas di lapangan dan pedagang. Ia berdalih pemungutan tidak dilakukan di tanah wakaf, namun akan menelusuri lebih lanjut untuk memastikan batas-batas area pasar dan tanah wakaf.

Ironisnya, menurut Salman, meski sudah pernah ada pembahasan soal batas wilayah pasar dan tanah wakaf, permasalahan ini justru muncul kembali dan sempat viral lewat sebuah video. Ia berjanji akan menyelesaikan persoalan ini setelah kembali dari Banda Aceh.

Menanggapi polemik ini, Kepala Dinas Perindagkop & UKM Bireuen, Irfan, memastikan pihaknya akan segera turun ke lapangan untuk memverifikasi dan memberi arahan langsung kepada pelaksana retribusi.

"Ini murni kesalahpahaman karena pelaksana baru menjalankan tugas. Tapi kami akan pastikan tidak ada pungutan terhadap pedagang di tanah wakaf," ucap Irfan.

Namun pertanyaannya, mengapa persoalan sesederhana ini tidak diantisipasi sejak awal? Ketidaktegasan Pemkab dalam membedakan batas administratif pasar dan tanah wakaf membuka ruang bagi tindakan semena-mena di lapangan.

Jika tidak segera dibenahi, ketidakpastian ini bukan hanya merugikan pedagang kecil, tapi juga mencoreng citra Kecamatan Gandapura dan pemerintah di mata rakyat. Tanah wakaf adalah amanah, bukan objek pajak.(Red)
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru