Hukrim
Tuntutan JPU Tak Sampai Seperempat, Keadilan untuk Jurnalis Korban Penganiayaan
PIDIE JAYA- Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang ketiga kasus penganiayaan terhadap jurnalis CNN Indonesia TV, Ismail M Adam alias Ismed, bukan hanya terkesan lunak-melainkan mencederai rasa keadilan publik. Tuntutan ini dibacakan di Pengadilan Negeri Meureudu, Pidie Jaya, Kamis, 10 April 2025.
Bagaimana tidak? JPU dari Kejari Pidie Jaya, M. Faza Adhyaksa, SH, MH, hanya menuntut terdakwa Iskandar-mantan kepala desa Cot Seutui-dengan hukuman enam bulan penjara. Padahal, pasal yang dikenakan polisi adalah Pasal 351 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana hingga dua tahun delapan bulan. Tuntutan JPU bahkan tak mencapai seperempat dari ancaman maksimal.
"Ini bukan sekadar mencederai keadilan. Ini penghinaan terhadap korban dan terhadap profesi jurnalis secara keseluruhan," tegas kuasa hukum korban, Rahmad Maulidin, SH dari LBH Banda Aceh. Menurutnya, tuntutan yang kelewat ringan ini tidak mencerminkan fakta-fakta persidangan yang begitu terang-benderang.
Dalam sidang, semua saksi dengan tegas menyatakan penganiayaan dilakukan terdakwa karena tidak senang dengan pemberitaan korban. Bahkan terdakwa sendiri mengakui bahwa aksinya dipicu oleh berita yang ditulis Ismed. Ini bukan semata penganiayaan. Ini adalah serangan langsung terhadap kerja jurnalistik dan kebebasan pers—dua hal yang dijamin undang-undang dan demokrasi.
Tindakan Iskandar bukan hanya melukai fisik seorang jurnalis. Ia juga melukai hak publik untuk tahu, dan mengirim pesan teror kepada jurnalis lain: bahwa kekerasan bisa dibayar murah.
Lebih miris lagi, Iskandar bukan orang biasa.Ia seorang kepala desa-figur publik yang seharusnya menjadi pelindung, bukan pelaku. Alih-alih dijadikan alasan pemberat, posisinya justru tak diperhitungkan sama sekali dalam tuntutan JPU.
Oleh karena itu, kami mendesak Majelis Hakim untuk berdiri di sisi keadilan, bukan tunduk pada tuntutan yang jauh dari rasa adil. Majelis harus mempertimbangkan seluruh fakta persidangan dan menjatuhkan vonis seberat-beratnya-bahkan melampaui tuntutan jaksa. Karena jika penganiayaan terhadap jurnalis hanya dihargai enam bulan penjara, maka ke depan kekerasan terhadap pers akan terus terjadi, dan hukum tak lagi punya wibawa.(Red)
Via
Hukrim